Jumat, 31 Agustus 2012

Cerita di Suatu Sore

Suatu sore
Abang sayur yang meliburkan diri beberapa hari ini sungguh merepotkan saya. Secara dalam komplek saya yang kecil ini tidak ada tukang sayur, kalau mau ya keluar komplek. Tapi rupanya saya sudah terbiasa dimanjakan dengan adanya tukang sayur yang lewat tiap pagi,sehingga rasanya malas sekali belanja keluar komplek pagi-pagi. Jadinya mau ga mau saya harus ke pasar sore harinya. Biasanya saya juga ke pasar tapi ditemani suami malam hari, namun kali ini karena persediaan di kulkas sudah bener-bener habis dan suami ga bisa menemani jadinya ya belanja sendiri saja.

Jam lima tenggo dari kantor, berangkatlah saya ke pasar. Hmmm sampai sana masih belum terlalu rame, karena biasanya pedagang baru bongkar muatan malam hari. Celingak-celinguk cari-cari lalapan favorit suami saya, Timun. Ceritanya mulailah saya beraksi memilih-milih, menimbang-nimbang dan berjalan kesana kemari mencari bahan yang saya butuhkan. Selang tidak berapa lama saya berpapasan dengan seorang anak kecil yang menawarkan kantong plastik. Dan saya membeli satu kantong plastik yang muat belanjaan saya dan.....saya mulai keliling lagi. Kira-kira habis maghrib anak kecil yang dari tadi berdiri di samping saya, yang kayaknya sudah sedari tadi memperhatikan saya yang kerepotan dengan kantong belanja, menawarkan untuk membawakan belanjaan saya. Belakangan saya tahu namanya Didin.

"Bu, saya bawain ya belanjaannya....ya bu ya ,"ucapnya menghiba.
"Kamu kuat?" tanya saya sambil memperhatikan posturnya yang kecil. "Badan kamu kan kecil," sambung saya
Dengan sigap langsung diangkatnya kantong belanjaan yang saya taruh didekat kaki ketika memilih sayuran sambil berucap, "Kuat kok, sini bu," katanya sambil meminta belanjaan yang saya tenteng.
"Eh, yang ini biar ibu aja yang bawa ya. Nama kamu siapa?"
"Didin," jawabnya pendek.
Saya jadi ingin tahu lebih banyak tentang anak ini. Sambil meneruskan belanja saya ngobrol dengannya, atau lebih tepatnya saya banyak bertanya tentang dia.
"Rumah kamu dimana?"
"Jonggol"
" Hah Jonggol?" tanya saya setengah tak percaya. "Naik apa kamu ke sini, sama siapa?"tanya saya.
"Naik angkot,sama teman."
Sekedar informasi Jonggol-cileungsi itu jarak yang lumayan jauh lho. Sudah mulai malam lagi.
"Kamu sekolah?"
"Iya"
"Kelas berapa?"
"Kelas enam"
"Wah, udah UAN dong kemarin," kataku. "Bisa ga?"
Didin cuma tersenyum.
"Kamu nyari uang gini buat apa?"
"Buat nerusin sekolah."
"Lha emang orangtuamu kemana?" (Kemudian baru saya sadari pertanyaan saya ini begitu naif)
"Ada"
"Bapakmu kerja apa?"
"Kuli bangunan"
"Mama?"
"Ga kerja, adik saya ga ada yang jagain."
"Emang adikmu ada berapa?"
"Ada tiga"

Oh...I see. Saya jadi speechless. Saya mulai mengagumi anak kecil yang menenteng belanjaan di belakang saya ini. Pembawaannya lugu, tapi bersih. Cara bertutur dan tindak-tanduknya santun. Dan dia sangat tahu diri, selalu mengulurkan tangannya ketika penjual memberikan barang belanjaan saya. Justru saya yang merasa tidak tega, merasa miris dan terenyuh dalam hati. Saya juga mempunyai anak laki-laki, tapi tentunya saya tidak akan mengijinkannya bekerja seperti itu. Apalagi di usianya yang seharusnya masih senang bermain. Dan saya juga yakin orangtuanyapun tidak akan tega melihatnya bekerja seperti itu, andai mereka mampu. Tapi kerasnya hidup rupanya sudah membuat Didin jauh lebih dewasa dari umur dan posturnya.
Satu lagi pelajaran hidup buat saya. Ah, semoga kelak kamu jadi orang yang sukses ya Din.

*Gambar dari Google

Alam Bawah Sadar

Alam Bawah Sadar
Bangun pagi ini setengah loncat, teringat tagihan yang jatuh tempo hari ini tapi hampir lupa dibayar. Upppss nyaris saja.... Padahal saya tidak pernah ingat sama sekali, di mimpi pun saya tidak memikirkannya (secara sengaja). Dan herannya lagi saya kayak punya energi ekstra untuk langsung bangun padahal hampir semalam suntuk saya begadang, jam setengah lima pagi baru bisa tidur.

Setelah dipikir-pikir kok bisa begitu ya? Mungkin itu tanda kalau pikiran kita tidak pernah berhenti bekerja ya? Alam bawah sadar kita tetap bekerja sekalipun kita sedang tidur. Dulu waktu masih sekolah seringkali saya dapat jawaban PR ketika saya bangun tidur, padahal waktu malamnya saya sudah berpikir keras tapi tidak juga menemukan jawaban. Sekarang juga begitu, pekerjaan yang rumit, yang susah diselesaikan eh...tiba-tiba saja seperti tuing..dapat ide. Saya jadi penasaran apa penyebabnya. Setelah googling saya jadi dapat penjelasan yang menurut saya masuk akal.

Pikiran kita itu seperti bawang yang berlapis-lapis. Secara garis besar manusia punya satu pikiran/kesadaran yang terdiri dari dua bagian, yaitu Pikiran Sadar dan Bawah Sadar. Pikiran Sadar adalah proses mental yang bisa kita kendalikan dengan sengaja. Pikiran Bawah Sadar adalah proses mental yang berfungsi secara otomatis sehingga kita tidak menyadarinya dan sulit untuk dikendalikan secara sengaja.
Pikiran Sadar mempunyai empat fungsi utama, yaitu:
  1. Mengenali informasi yang masuk dari pancar indra, 
  2. Membandingkan dengan memori kita, 
  3. Menganalisa, dan kemudian 
  4. Memutuskan respon spesifik terhadap informasi tersebut. 
Sedangkan Pikiran Bawah Sadar berfungsi memproses
  1. Kebiasaan, 
  2. Perasaan, 
  3. Memori permanen (Ingatan Jangka Panjang)
  4. Persepsi, 
  5. Kepribadian,
  6. Intuisi, 
  7. Kreativitas, dan 
  8. Keyakinan.

Pikiran bawah sadar memiliki kekuatan yang luar biasa, yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai tujuan.

"Dalam pikiran bawah sadar Anda terletak kebijaksanaan tak terbatas, kekuatan tak terbatas, dan persediaan tak terbatas dari segala kebutuhan Anda, yang menunggu dikembangkan dan diungkapkan."

Antara dua lingkup pikiran tadi memiliki kaitan yang erat. Pikiran sadar memberikan perintah, baik sadar maupun tidak, kepada pikiran bawah sadar. Ketika seseorang berpikir, "Saya bisa mencapai itu," berarti pikiran itu perintah kepada pikiran bawah sadar. Begitu pula saat seseorang berpikir, "Ah, saya tak mungkin bisa," itu artinya instruksi kepada pikiran bawah sadar untuk melaksanakannya. Dan pada saat instruksi itu datang, pikiran bahwa sadar langsung bekerja tanpa perlu membuktikannya, dan tanpa mengenal waktu, bahkan saat kita sedang tidur pulas.

Ketika kita berpikir positif, pikiran bawah sadar langsung bereaksi untuk melaksanakan gagasan positif tadi. Contohnya, pada saat seseorang memikirkan tentang kedamaian, kebahagiaan, kesehatan, dan kekayaan, maka pikiran bawah sadar menerima gagasan itu dan bekerja untuk mewujudkannya. Sebaliknya, ketika seseorang berpikir negatif, seperti ketidakberdayaan, ketidakmampuan melakukan sesuatu, maka pikiran bawah sadar pun bekerja mewujudkan ide atau kesan negatif tersebut. (Baca selengkapnya di www.bawahsadar.com)

Ah....ternyata begitu ya cara kerjanya. Brarti harus selalu berpikir yang baik, optimis, dan positif  ya supaya hal baik yang terjadi.


*Tulisan pernah dipublikasikan di Ngerumpi.com

Menipu penipu

Menipu penipu
Siang ini dapat sms, menang undian dari salah satu provider seluler. Jadi inget kejadian yang dulu.Kejadian ini sudah lama sekali. Suatu siang saya ditelpon sama suami saya, katanya dapet telpon dari orang tel***karena menang undian. Suami saya waktu itu sudah bilang tidak tertarik tapi tetap saja si penelepon ini ngotot kalau suami saya menang undian. Karena males ngeladenin dikasihlah nomer saya. Waktu itu penipuan dengan modus menang undian memang lagi marak. Timbullah keisengan saya. Saya pengin tahu bagaimana cara mereka menipu.
Tidak lama berselang saya terima telp orang yang mengaku-aku dari salah satu operator seluler yang mengatakan kalau nomer yang dipakai suami saya menang undian.
"Selamat siang bu, saya dari tel*** , mau memberitahukan bahwasannya nomer seluler suami ibu memenangkan undian dari kami, tadi sudah ditelpon sama bapak ya bu?" sapa seorang bapak di ujung telp.
"Iya Pak. Ngomong-ngomong suami saya menang undian apa ya? Soalnya kita tidak pernah ikut undian apapun,"pancing saya.
"Undian dalam rangka HUT dari tel*** bu. Jadi kami mengundi secara acak nomer pelanggan kami. Nah, kebetulan bapak memenangkan hadiah sebesar 25 Juta rupiah,"jelasnya.
Oh, begitu...wah lumayan tuh ,"kata saya.
"Tapi bu, ibu harus registrasi dulu, kami butuh pengaktifan kode password yang menyatakan bahwa bapak benar-benar pemilik nomer ini, supaya tidak salah orang begitu. Ibu punya ATM kan?"tanyanya.
"Ada pak,"jawab saya.
"Bank apa bu?"
"Bank BCA, buat apa ATM pak? Kalau memang suami saya menang undian, bapak kan bisa transfer langsung ke rekening suami saya. Atau saya langsung ambil ke kantor bapak kan bisa? Kenapa harus pakai ATM,"cecar saya.
"Soalnya harus registrasi dulu bu. Baru kami bisa verifikasi datanya sehingga hadiah bisa dicairkan,"jawabnya.
"Jadi saya harus ke ATM nih, ATM nya jauh pak, apalagi sekarang jam kantor. Ga enak minta ijin, eee tapi ini serius kan? Ga bo'ongan kan? Banyak lho Pak yang tertipu dengan beginian, "kata saya.
"Wah, ini ga main-main bu. Buat apa saya buang-buang pulsa telp ibu dan bapak bolak-balik. Ini dalam rangka promosi kami bu, ini wujud komitmen kami kepada pelanggan setia tel***. Kalau ibu tidak percaya silakan tutup telpon ini, dan kemudian telpon kembali ke nomer ini, minta resepsionisnya sambungin ke saya," katanya.
"Oya untuk ke ATM butuh waktu berapa lama ya bu, sayang sekali lho kalau hadiahnya hangus. Nanti saya telp ibu lagi,"sambungnya.
"Ke ATM sih butuh waktu sekitar 15 menit pak, cuma nanti ya pas jam istirahat aja."
Gotcha....habis deh pulsa lu hehehehe.....kataku dalam hati
Pas jam istirahat si bapak telp lagi. Saya bilang jam setengah satu aja telp lagi.
Pas jam setengah satu telp saya berdering lagi....ahaa saya sudah siapin strategi.
"Halo ibu, gimana sudah di ATM,?" tanyanya.
"Sudah pak,"jawab saya.
"Saya pandu dari sini ya bu untuk registrasinya, sudah masukin passwordnya ya bu?"tanyanya
Tak tik tuk tek
"Sudah pak,"jawab saya.
"Setelah masukin password ada menu apa bu di layar?''tanyanya."Urut dari atas ya bu,"lanjutnya
Aduh mati aku ga apal menunya nih. Ya sudah aku jawab aja sekenanya.
"Ada informasi saldo, transfer,penarikan tunai...."
"Ibu di ATM beneran ga sih?"potongnya.
"Beneran pak....,"jawab saya menahan tawa.
"Ah ibu pasti bohongin saya nih....."
"Lha bukannya bapak yang berusaha bohongin saya," jawab saya sambil tertawa ngakak.
$&*^$(@^&$*& tut...tut...tut...tut...tut....
Saya dan teman-teman sekantor yang dengerin hp karena saya speaker ngakak guling-guling siang itu.
Rasain lu...emang enak ditipu.
 

*Tulisan ini pernah dipublikasikan di sini

Tradisi Lebaran

Tradisi Lebaran
Saat saya masih kecil, lebaran itu momen yang paling saya tunggu-tunggu. Dapat uang banyak dari pakdhe, budhe, simbah, bulik, paklik dan saudara-saudara dari bapak dan ibu saya. Makanan enak yang tak kunjung habis daaaannn... yang paling saya tunggu adalah main kembang api bersama sepupu-sepupu saya. Ya...setiap hari lebaran simbah kakung saya sudah menyiapkan budget khusus untuk memanjakan cucu-cucunya dengan petasan dan kembang api. Berlarian kesana kemari sambil membawa kembang api di tangan, kemudian melemparkannya ke pohon pala atau pohon cengkeh yang ada di halaman. Tertawa-tawa menyaksikan kembang api yang perlahan meredup. Suka cita masa kecil yang masih terekam kuat dalam ingatan saya. Kemudian esok harinya kami semua memakai baju baru, acara sungkem dimulai dari simbah kakung, kemudian simbah putri, urut dari yang paling dituakan sekalipun umurnya lebih muda. Setelah itu kami berkeliling ke rumah sanak famili. Makanan yang berlimpah membuat kami kanak-kanak bersuka ria. Gula-gula warna-warni selalu saja menjadi incaran pertama kami. Ah indahnya masa itu.....

Kemudian tahun demi tahun berlalu, satu persatu sesepuh mulai meninggalkan kami, simbah juga sudah berpulang semua. Kami pun mulai beranjak dewasa. Tradisi berlebaran itu tetap ada, hanya kebiasaannya saja yang berbeda. Jika dulu kami bisa menginap berhari-hari di tempat simbah sekarang cukup satu hari untuk berkeliling ke rumah pakdhe dan budhe saja. Dan itu kami lakukan tepat tanggal 1 Syawal. Tak ingat persisnya kapan dimulai, tapi Bapak dan Ibu saya selalu melakukannya sampai sekarang, bahkan ketika kami anak-anaknya pergi ke perantauan. Ketika semua umat Muslim bersiap melakukan Shalat Ied, kami pun berangkat silaturahmi. Rutenya mulai dari Salatiga, tempat budhe-kakak angkat Ibu saya tinggal. Kemudian ke Boyolali dan sekitarnya, tempat dimana kebanyakan keluarga besar ibu saya tinggal, terus ke arah Solo dan akhirnya pulang kembali ke Sragen.

Saya memang terlahir di keluarga non Muslim, tetapi keluarga saya turut bersuka cita menyambut lebaran. Lebaran bagi kami bukan sekedar hari raya keagamaan, tapi menjadi tradisi yang sangat berharga dimana kami bisa bertemu sanak famili yang terpisahkan jarak dan waktu. Hanya di hari lebaran saya bisa bertatap muka dengan sepupu dan famili yang merantau, tersebar di nusantara, bahkan ke mancanegara. Momen berharga yang hanya terjadi sekali setahun. Tahun ini saya melewatkan momen itu hikss......
Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon maaf lahir dan batin.

*Tulisan ini pernah dipublikasikan di Ngerumpi.com

Selasa, 28 Agustus 2012

ERROR

Beberapa hari belakangan ini software yang biasa membantu saya dalam bekerja error. Alhasil pekerjaan saya jadi terhambat karena memang sepenuhnya mengandalkan software tersebut. Saya yang cuma user ini tidak tahu menahu bagaimana caranya memperbaikinya. Kemudian saya melapor ke bagian terkait alias IT. Nah IT yang di proyek ini kebetulan juga cuma teknisinya, jadi untuk memperbaiki ya harus bertanya ke pembuat software nya. Cuma tanya ini itu kemudian perbaikan di remote dari kantor pusat dan....voilaaaa pagi ini saya sudah bisa memakai lagi sistemnya. Hal yang sulit dan tak terpecahkan bagi saya itu Peace of Cake alias keciiiiillll lah buat ahlinya. Eh ngomong-ngomong tentang ahlinya ini ga ada hubungannya loh dengan pemilihan DKI 1 hehehe....

Mesin itu buatan manusia, jadi ketika dia ada masalah atau rusak ya cukup diperbaiki sama manusia. Lah bagaimana kalau manusia yang error? Manusia itu kan ciptaan Tuhan, ya mengadulah sama Tuhan, berdoalah kepadaNya. Gitu lho logika sederhananya. Lha tapi selesai dengan berdoa saja? Sayangnya ga ya..... Manusia juga wajib berusaha. Kalau yang error badannya ya berobat. Dokter, pilot,sopir apapun profesi kita sadar atau tidak adalah perpanjangan tangan Tuhan untuk membantu orang lain, seperti halnya kita juga dibantu oleh orang lain. Jadi kalau kerja ya harus sungguh-sungguh (*ngomong sama kaca) karena secara tidak langsung kita melayani Tuhan lewat sesama kita.


*Sekedar pengingat diri yang masih malas kerja akibat efek libur lebaran :)

Umur? Hanya Tuhan yang tahu

Baca artikel di Ngerumpi.com kemarin isinya tentang seorang sahabat yang berpulang. Di facebook lihat timeline teman isinya juga berita duka cita. Walau tidak mengenal sosok yang berpulang secara personal saya kok merasa semedot juga ya....kayak merasa ada yang hilang juga. Saya mengenal sahabat saya di ngerumpi dari tulisannya. Cerdas dan bermakna. Belakangan baru tahu wajahnya dari foto yang diposting rekan-rekan Ngerumpi setelah dia berpulang. Di facebook yang berpulang itu seorang ibu yang baru saja melahirkan putranya. Bahkan si ibu ini sempat meng-upload foto putra terkasihnya di timeline dan menjawab ucapan sukacita dari kenalannya. Hanya hitungan jam coment di foto itu berubah menjadi ucapan belasungkawa karena ternyata si ibu ini berpulang ke penciptaNya. Dalam seketika, sukacita bercampur baur dengan duka yang mendalam. Siapa yang menyangka?

Maut itu tak dapat kita sangka datangnya. Sering orang mengkait-kaitkan tentang perilaku orang yang akan meninggal dan menyebutnya sebagai isyarat atau pertanda, tapi siapa yang dapat menjamin. Bagi saya kelahiran, jodoh dan kematian adalah misteri Illahi. Sebagai orang yang beriman saya memaknai kematian itu sebagai titik akhir peziarahan manusia di dunia. Melalui kematian kita diingatkan bahwa kehidupan kita di dunia “berlangsung selama waktu tertentu/sementara” dan dalam perjalanan hidup itu kita menjadi tua atau sakit atau celaka dan mati. Itulah kehidupan manusia. Apa yang kita dapatkan dari kenyataan ini? Kematian mengingatkan kita agar kita menggunakan kehidupan kita dengan sebaik mungkin. Hidup bukanlah waktu yang bisa kita sia-siakan dengan semau kita saja.Maut bisa datang kapan saja, tak ada yang pernah tahu kapan dia datang. 

Kematian juga identik dengan kesedihan, bahkan seringkali orang yang ditinggalkan terlalu larut dalam kesedihan karena ditinggalkan orang yang kita kasihi. Itu hal yang manusiawi memang. Tapi, bukankah hidup harus berlanjut. Dia yang meninggalkan kita sudah pulang kepada sang Maha Kasih, tinggal kita di dunia yang masih harus terus melakukan peziarahan kita, sehingga ketika kelak dipanggil kita layak dapat tempat di sisi Nya. Dalam agama yang saya imani kematian itu dimaknai sebagai pulang ke Rumah Bapa. Dan siapa yang tidak suka pulang ke rumah Bapanya? Saya pernah mendengar homili di suatu hari Minggu. Persisnya saya sudah lupa, karena sudah bertahun-tahun yang lalu, semasa saya masih kuliah di Jogja. Pastor itu mengatakan, "semestinya kita bersuka cita saat kematian, saat meninggal nanti saya ingin Misa Requiem yang meriah layaknya sebuah pesta. Karena sukacita saya pulang ke rumah Bapa" ujarnya. Waahhhh....

Sebagai awam pemahaman saya belum setinggi itu, iman saya mungkin masih lebih kecil dari biji sawi :), tapi bukankah iman kita harus terus bertumbuh dari hari kehari. Sehingga kelak saat kita dipanggil olehNya kita bisa bersuka cita karena kita layak dihadapan Nya. Semoga.....


Selasa, 14 Agustus 2012

Fitnah

Masih cerita seputar kepulangan saya jemput Vell. Saya sampai ke Sragen Sabtu, 08.30 pagi. Setelah beristirahat dan bercengkerama dengan Vell, saya main ke rumah kakak sepupu di seberang rumah saya. Kakak saya ini penjahit, kebetulan saya memang akan membuat baju untuk acara keluarga bulan Desember nanti. Mba Ruk, biasa saya memanggilnya, sedang mengobrol dengan mba Darsi kakaknya, ketika saya datang. 

Setelah ngobrol tentang kedatangan saya, tiba-tiba mba Ruk bertanya mengenai Mustini, si mba yang tempo hari saya antar pulang gara-gara mau menikah dengan laki-laki yang dikenalnya lewat telpon. Selengkapnya baca di sini , sini dan sini

"Mama Nico, emang si Mus pernah minta naik gaji ke kamu tapi gak dikasih?"
"Enggak mba...orang dia minta pulang alasannya mau menikah kok. Saya minta habis lebaran aja ga mau bersabar. Emang kenapa mba?" tanya saya balik.
"Enggak, dia kok ngomong sama mba Yati toko klontong yang di Made itu, trus sama Si Nah yang rumahnya depan Mus juga katanya sudah minta naik gaji 3 kali tapi kamu ga pernah mau kasih. Makanya dia pulang itu.Lha tahu sendiri mba Yati orang nya kayak gitu, nanya ke semua orang jadinya pada tahu masalah ini. Sama ibumu juga bilang kok dia. Emang Ibu ga cerita?" tanya mba Ruk.
Hah....saya melongo. Memang Ibu tidak cerita apapun mengenai masalah ini.
"Tadi aku tegur maknya si Mus itu, kalo anakmu ga mau ikut mama Nico lagi ga papa. Tapi jangan nyebar berita yang ga enak,"sambung mba Darsi.
Masih banyak lagi omongan sepupu saya ini. Saya yakin mereka tidak berbohong. 

Waduh....terus terang saya tidak terima. Saya kecewa sekali. Awal mula kepulangan si mba itu kan saya tahu ketika bapaknya minta alamat rumah saya. Katanya kenalannya yang di Jambi mau melamar, ga ada sepatah katapun dia bicara mengenai gaji. Saya juga ga kepikiran kesitu karena tampaknya tekad si mba untuk pulang sudah bulat. Kerjanya hari-hari terakhir sudah tidak maksimal, terlihat dari anak-anak saya yang enggan di momong dia, padahal biasanya lengket. Naluri anak kecil itu kan kuat sekali. Dia tahu siapa yang tulus sayang dia dan tidak.Memang kata suami saya yang sering pulang awal, onlen terus di hp kerjanya si mba ini. 

Sebelum saya ambil keputusan untuk antar dia, bapaknya malah mau jemput dia sendiri kesini. Tapi saya pikir, daripada ortunya repot, mending saya yang pulang, sekalian nengok eyangnya anak-anak dan nitip Vell yang belum ada pengasuh. Nah, untuk itu saya sudah tanya ke si mba, apa maunya. Terus ikut saya atau gimana? Dia bilang pulang aja. Karena saya kurang yakin, saya sendiri telp ke bapaknya menanyakan kelanjutan si mba. Mau terus tinggal atau pulang. Orang tuanya bilang, pulangkan saja, seandainyapun ada tuntutan kenaikan gaji, seharusnya kan ya saat itu. Bahkan waktu memasrahkan si mba ortunya tidak pernah ada bicara masalah kenaikan gaji. Saya datang baik-baik ke rumahnya, memasrahkan si mba, memberikan perhitungan gaji berikut bonus ke si mba, baru kemudian pulang setelah semua selesai. Niat saya waktu itu, saya ingin tidak ada ganjalan di antara kami, karena memang dia pulang bukan karena bermasalah dengan saya. Saya ingin persaudaraan tetap terjalin dengan baik, tapi ternyata semua ternodai oleh gosip ini. Padahal waktu itu baru saya tahu, ternyata diam-diam ibu punya perjanjian dengan mamaknya si mba, kalau dia mau bertahan sampai Desember akan ditambah 100rb perbulan.

Sambil masak untuk sore harinya saya bertanya pelan-pelan ke ibu mengenai masalah itu. 
"Ngapain kamu ngurusin orang kayak gitu. Mulut comel gitu ga usah dilayanin," jawaban yang saya terima dari ibu.
"Enggak bu, berita yang sampai ke ibu itu benar begitu?" lanjut saya.
"Iya memang begitu, tapi ngapain diladenin. Nanti malah jadi besar masalahnya. Lagipula mana ada maling ngaku, penjara penuh nanti."
"Bu, kalau memang itu benar saya kecewa, bu. Saya sudah berusaha baik dengan mereka, menghargai mereka, menganggap anaknya bagian dari keluarga kami, bukan pembantu. Nah, ini balasan mereka ke aku? Sepatah katapun ga pernah anaknya, apalagi bapaknya minta ke aku. Padahal kan ibu juga udah mau nambahin ke mereka kan? Tapi nyatanya sampai saat terakhir dia tetap minta pulang. Nanti saya mau datangin mereka bu, saya mau meluruskan masalah ini. Saya ga rela nama saya, apalagi nama Bapak dan Ibu dibawa-bawa, apalagi jelas-jelas tidak kita lakukan. Biar lain kali kalau ngomong itu dipikir. Bapak dan Ibu tidak perlu ikut-ikutan, ini terutama kan masalah saya, karena saya yang mereka fitnah."
Tiba-tiba bapak muncul dari ruang depan. 
"Kenapa sih ribut-ribut,"kata Bapak
"Itu lho Bapak masalah si Mus, katanya dia keluar gara-gara saya ga mau naikin gaji. Lha kalau benar, wong fitnah kok ya saya mau telusur ke sumbernya, mau tanya langsung ke orangnya."
"Wah...lha kalo yang itu Bapak setuju ,Nduk. Orang kayak gitu ga bisa dibiarin. Bapak juga jengkel denger kabarnya, tapi belum sempat tanya ke kamu. Paranin aja ke rumahnya. Tanya kenapa kabar kayak gitu bisa tersebar. Ibaratnya kan kalau ga ada api ya ga ada asap,"dukung Bapak.

Sore harinya saya benar-benar mendatangi rumahnya. Mamaknya mba Mus berusaha menyembunyikan kekagetannya ketika melihat saya yang datang. Dengan bahasa yang sehalus mungkin saya tanyakan mengenai masalah itu. Tepat seperti dugaan Ibu mereka tidak mengaku. Bahkan sampai bersumpah segala. Yah.....lidah memang tidak bertulang. Mereka bilang, beginilah hidup di desa, sesama tetangga aja saling menjelekkan, paling gosip ini ulah orang yang tidak suka dengan keluarga mereka. Lah....keluarga mereka, batin saya. Wong yang di jelek-jelekkan itu nama saya lho.... Di ujung pembicaraan berulangkali saya tekankan supaya mereka membantu meluruskan masalah ini.
"Lek, ya saya minta maaf kalau memang berita ini asalnya bukan dari sini. Saya datang ke sini ini cuma pengin tahu duduk permasalahannya. Ibaratnya itu kan ga ada asap kalau ga ada api. Lha tetapi berita ini kan sudah tersebar luas, maka dari itu saya mohon dengan sangat njenengan sekeluarga ikut meluruskan. Apalagi lek juga mengakui pernah ngobrol dengan mba Yati tentang kepulangan Mus,"pungkas saya.

Yang saya petik dari peristiwa ini, tidak semua niat baik itu ditanggapi dengan baik. Tapi tentunya saya tidak mau harga diri keluarga saya dijadikan bahan obrolan yang ga penting alias gosip. Terbersit rasa kawatir, tanpa gosip ini aja susah cari pembantu di kampung saya, apalagi ada gosip ini. Hadeeuhhh... Dan mengenai benar tidaknya omongan mereka, biar saja waktu yang membuktikan. Gusti mboten sare kok. Setidaknya saya lega sudah memberikan shock therapy ke mereka. Jangan bicara sembarangan mengenai orang lain.

Perempuan setengah baya itu ternyata.....

Waktu jemput Vell kemarin saya coba cari alternatif dengan menumpang bis langsung dari Cileungsi. Ini kali pertama mudik via Cileungsi, karena biasanya saya lebih memilih ke Bekasi walaupun domisili saya sebenarnya di Cileungsi. Browsing lewat internet nemulah saya nomer telpon PO Lorena. Karena tidak punya alternatif lain maka saya coba telpon kesitu. Yang menerima ibu-ibu setelah tanya jawab beberapa pilihan armada bis dan jadilah saya naik PO Gajah Mungkur. Sesuai janji saya, tiket saya bayar sepulang kerja. Celingak-celinguk nyari agen bis yang di maksud tapi saya tetap tidak bisa menemukannya. Akhirnya saya melihat satu agen bis disekitar situ, saya tanyalah alamat yang dimaksud. Sama si mas ditunjukkan di bawah flyover. Hah....ga salah tuh. Masalahnya di bawah fly over itu adalah pasar tradisional dan tempatnya sangat tidak memungkinkan. Tapi berhubung sudah pesan, saya nekat juga mencarinya. Tak lama kemudian dapatlah agen bis yang saya cari. Ternyata tempatnya memang tepat di bawah flyover dan yang jualan ibu-ibu setengah baya yang tampilannya mbois sekali (wkwkwk...ini bahasa ibu saya untuk tomboy). Singkat kata jadilah saya membeli tiket bis. Pikiran saya hanya gimana caranya sampai ke Sragen, mau pake bis bagus kek, jelek kek bukan masalah.

Esok harinya saya menunggu kedatangan bis tumpangan saya di agen bis, di bawah flyover Cileungsi. Dari situ saya kenal nama si ibu. Namanya HJ. Siti Dewina, dia mengambil alih usaha ini setelah suaminya tiada. Walau sudah setengah baya, perawakannya terlihat kuat, badannya tinggi besar. Disamping menjadi agen bis, beliau juga melayani jasa pengiriman barang, menjual rokok, makanan ringan, minuman, koran dan pulsa. Pekerjaan yang di jalani si ibu ini bukan tanpa resiko, apalagi lokasinya tepat di bawah flyover Cileungsi, tempat mangkal angkot, bis kota dan antar kota. Pastinya banyak juga preman kan? 

Setelah menunggu hampir satu jam, datanglah bis Gajah Mungkurnya. Si ibu mengantar saya menyeberang dan memberi amplop ke kondektur setelah mempersilakan saya naik. Bis melanjutkan perjalanan menuju Pasarebo lewat Cibinong-Cimanggis. Saya yang belum tahu dapat tempat duduk dimana memilih tempat paling depan, karena bis masih kosong. Sepanjang perjalanan saya ngobrol dengan seorang bapak asal Boyolali yang duduk di seberang saya. Tak lama ngobrol datang seorang ibu setengah baya, duduk disamping saya. Beliau ini memakai seragam yang sama dengan awak bus Gajah Mungkur. 
"Ckk...jam segini mesti macet," katanya
Bertanyalah bapak di seberang saya.
"Njenengan pengawale nggih bu(Ibu pengawal bisnya ya)?" 
"Mboten, niku sing pengawale(bukan, itu yang pengawalnya),"kata si Ibu sembari menunjuk mas-mas yang duduk di samping sopir. 
Kemudian kami saling berbincang tentang kondisi lalu lintas ke Jawa Tengah. Si ibu cerita biasanya belum macet, kecuali kalau ada kecelakaan. Seperti kemarin, katanya, kecelakaan Bis Santoso nabrak truk. Tak lama kemudia si ibu pindah ke depan. Oh ya, armada bis ini agak unik. Ada kabin awak bis di depan dan kabin penumpang dibelakangnya. Keduanya dipisahkan oleh sekat kaca. Jadi tidak ada ceritanya penumpang mengganggu kosentrasi awak bis. 

                                                                     Ini lho bisnya....

Sampai di pool Cibitung, penumpang jadi penuh. Saya yang dapat tempat duduk nomer 23 berpindah ke belakang. Hampir maghrib ketika bis meninggalkan Pool Cibitung. Saya langsung mangantuk dan tertidur pulas. Ketika Bangun, bis sudah sampai di Karawang. Kemudian mampir di RM Sendang Wungu Sukamandi untuk makan malam. Nah di situ saya baru menyadari, ternyata sepanjang perjalanan tadi si ibu yang ngobrol dengan saya itulah sopir bisnya. Wow....saya hampir tidak percaya. Tetapi rekan sebangku saya di bis menguatkan dugaan saya. Sopirnya memang ibu itu. Belakangan setelah googling saya tahu beliau bernama Suyanti, asal Giritontro, Wonogiri. Selengkapnya baca di sini dan di sini 
Sungguh pilihan profesi yang langka untuk seorang perempuan. Tapi saya salut sekali dengan beliau, posisinya sebagai single mother menuntutnya bekerja keras demi keluarga. Membawa bis antar kota di malam hari tentunya bukan pekerjaan mudah. Deadline dari masing-masing PO menuntut mereka untuk mengemudi dengan kecepatan tinggi yang membuat saya sebagai penumpang saja bergidik ngeri, ketika bis salib menyalib dengan truk gandeng atau mobil kontainer. Belum kalau bis mogok di jalan sepi, atau tengah bulak(di tengah hamparan sawah) dan ya....bis yang saya tumpangi benar-benar mogok di Boyolali. Untung tidak sampai 1 jam kerusakan sudah bisa diperbaiki.

Ibu Hj. Siti Dewina dan Ibu Suyanti dua perempuan tangguh yang mencari nafkah dalam dunia yang didominasi laki-laki. Saya sungguh salut kepada beliau berdua. Butuh nyali yang besar untuk menekuni profesi seperti mereka, yang tidak semua orang punya. Mungkin kebutuhan hidup yang memaksanya demikian, pungkas ibu di sebelah saya sebelum kami tertidur kembali sepanjang perjalanan malam ini.

Jumat, 10 Agustus 2012

CLOSING

Saya bekerja sebagai tenaga akuntansi di sebuah perusahaan real estate. Juni 2011 lalu perusahaan tempat saya bernaung resmi go public. Ekspektasi saya dan rekan-rekan saya dengan go publicnya perusahaan ini akan ada perubahan nasib kami sebagai karyawan. Setidaknya lebih terjamin dari segi salary atau fasilitas lain. Rupanya harapan tinggallah harapan. Kondisi itu tidak berpengaruh pada kesejahteraan kami, tetapi hanya pada pekerjaan kami. Terutama Accounting finance. Deadline laporan menjadi semakin ketat. Atasan tidak mau tahu bagaimana kita bekerja, yang penting sebelum tanggal 10 laporan harus sudah final atau kami biasa menyebutnya sudah closing.

Apalagi setiap triwulan, perusahaan harus menerbitkan Laporan keuangan interim untuk Bapepam. Konon kata GM accounting saya, kalau kita telat satu hari aja dendanya sudah 50 juta (ahahaha....ini sering menjadi bahan ledekan dengan rekan sesama accounting proyek lain ). Alhasil tanggal closing lebih diperketat, bisa-bisa maju menjadi tanggal 7, tak peduli itu jatuh hari kerja ataupun libur. Tentu saja saya dan rekan-rekan harus bekerja ekstra, entah itu lembur sampai malam ataupun masuk di hari Sabtu dan Minggu yang seharusnya libur. Resiko jabatan ledek teman saya.

Sebenarnya jujur saja, kalau bukan karena letak kantor yang cuma 5 menit dari rumah dan pertimbangan anak-anak yang masih kecil dan lingkungan kerja serta teman-teman yang menyenangkan, saya ingin mencari perusahaan yang lebih 'care' dengan karyawannya. Yang memberi penghargaan berdasarkan kinerja dan kapasitas pekerja yang bersangkutan. Di tempat saya semua dipukul rata. Kalau staf, mau itu lulusan SMA atau S1, mau itu karyawan yang tanggung jawabnya berat atau OB ya gajinya sama. Kasian kan. Belum lagi kebijakan pengangkatan karyawan yang disalahgunakan dengan semena-mena. FYI....saya sudah hampir 3 tahun kerja, tapi status saya masih karyawan kontrak. Bahkan rekan kerja saya ada yang sudah lebih dari 5 tahun dengan kontribusi dan loyalitas yang tidak perlu dipertanyakan lagi karena dia merangkap beberapa pekerjaan sekaligus. Ada juga karyawan teladan yang masih karyawan kontrak, yang terpaksa harus menjual pin emas reward dari prestasinya karena kebutuhan hidup. Ironis sekali. Ah saya jadi OOT ya..... curcol jadinya.

Oke, kembali ke closing. Jadi karena hari ini tanggal 10, saya harus kirim laporan. Beruntung saya memiliki rekan-rekan kerja yang sangat bisa diajak kerja sama jadi saya sudah closing dan mengirim laporan kemarin. Dan hari ini saya bisa ijin setengah hari untuk berangkat ke Sragen, menjemput Vell. Yah tak ada yang sempurna di dunia ini, dan tidak semua keinginan kita bisa terwujud. Semua hal pun ada kelebihan dan kekurangannya, termasuk dalam hal bekerja. Semoga saya termasuk golongan orang yang pandai bersyukur, apapun keadaan saya. Puji Tuhan ..... sudah closing.

Kamis, 09 Agustus 2012

Hikmah di balik ujian hidup

Akhirnya hari ini dapat tiket untuk jemput Vell. Walau tiket belum ditangan tapi setidaknya kepastian karena sudah booking tiket membuat saya agak tenang. Fiuhh bolak-balik Sragen - Jakarta pastinya melelahkan. Tapi setelah saya renungkan mungkin ini adalah jalan supaya saya nengok Bapak Ibu. Ndablegnya saya yang 'cuek' dengan Bapak Ibu mungkin membuat saya mendapat sentilan ini dari Tuhan. Sragen Jakarta memang jauh tapi jarak tempuh yang cuma semalam rasanya sangatlah terjangkau. Tapi apa lacur, selama ini saya pulang paling banter cuma setahun sekali. Itupun karena pas Hari raya Lebaran ataupun Natal, lain tidak. Bahkan pada saat bapak sakit pun saya tidak bergerak untuk pulang. Keinginan hanya sebatas keinginan ketika itu berbenturan dengan kepentingan saya dan keluarga kecil saya. Keterlaluan memang kalau saya pikir lagi. 

Momen ketika saya harus berpisah dengan si kecil membuat saya sadar, bahwa ternyata ketika orang tua harus berjauhan dengan anak tersayang rasanya sangatlah berat. Kangen tidak ketulungan. Mungkin benar kata peribahasa, kasih orang tua sepanjang jalan dan kasih anak sepanjang galah. Saya pastinya tidak akan repot-repot pulang barengin arus mudik kalau saja bukan karena jemput Vell. Sebelum peristiwa ini pastinya saya akan berpikir dua kali untuk pulang bareng arus mudik untuk menengok orang tua saya. Tapi lewat Vell, Tuhan berbaik hati menegur saya. Pangapunten nggih Bu, Pak kagem sedaya kalepatan kulo. Semoga ujian ini menjadikan saya anak yang lebih berbakti kepada Bapak dan Ibu saya.

Rabu, 08 Agustus 2012

Ultah Pertama Genduk Vellyn

Hari ini genap setahun usia Vell, putri kecilku. Satu-satunya keinginan terbesarku hari ini adalah ingin mendekapnya erat. Meladeninya bermain sepuasnya. Tapi apa daya, sejak minggu lalu aku tidak bersamanya. Karena keadaan Vell ku sayang terpaksa aku titipkan ke Bapak Ibu di Sragen. Hikss..... Beberapa hari ini aku hanya bisa mendengar suaranya lewat HP, itupun kalo dia mau bersuara. Kebanyakan kalo aku telp dia cuma asyik mainin HP eyangnya. Pencat pencet tat ti tut tet tot....... Kalau lagi beruntung aku bisa mendengar tawa girangnya atau rengekannya. Belum seminggu tapi rasanya sudah berminggu-minggu.

Kata Eyang semalam tidurmu tak nyenyak, nduk. Mungkin kerisauan mama disini ikut membuatmu risau. Mama risau karena Eyang ternyata malah sakit karena mengurusmu, mama risau karena nafsu makanmu tak ada beberapa hari ini. Dan terutama mama kangen sekali sama kamu, dan sedih karena di ultah pertamamu kita justru harus berjauhan. Mama putuskan untuk menjemputmu minggu ini. Walau untuk ke rumah Eyang mama harus berjibaku ikut arus mudik lebaran.  Naik apapun tidak masalah buat mama, yang penting bisa sampai dengan selamat. Tapi rupanya sulit sekali mencari tiket dadakan seminggu menjelang lebaran, bahkan untuk tiket kereta ekonomi sekalipun. Mudah-mudahan mama dapat tiket untuk menjemputmu, sayang.




Nduk... cepatlah besar, supaya mama tidak perlu mencari pengasuh untukmu, supaya kita tidak terpisah lagi. Semoga kau tumbuh menjadi anak yang sehat, ceria, cerdas, berbudi pekerti dan senantiasa diberkati Tuhan.  Doaku untukmu slalu putri kecilku.

Senin, 06 Agustus 2012

Pulang Kampung

Hari Sabtu, 28/7/2012 kemarin saya jadi nganterin si mba pulang kampung. Fiuhhh...sepekan yang benar-benar melelahkan buat saya. Baru pagi ini balik dari Sragen, langsung ngantor. Sebagai pengingat saya aja, maka biarlah ditulisnya Day by Day jadi jelas kronologisnya (ceileee....)
Sabtu, 28 Juli 2012

Beli tiket bis Harapan Jaya untungnya dapet yang kelas Executive klo kaga hadeuhhh..... kasian anak-anak. Secara Nick n Vell diajak semua dan saya berangkat sendiri karena suami ada kerjaan yang ga bisa ditinggalin. Berangkat dari rumah jam 12-an, setelah suami keliling cari taksi n ga ada hasilnya akhirnya mau ga mau kita semua diangkut ke tepi jalan raya Narogong = susah juga klo tinggal di pelosok, mau pakai taksi aja susahnya setengah mati :(  =
Ga lama nunggu dateng deh taksinya, kita langsung naik. Suami ikut dibelakang pakai motor. Sepanjang perjalanan ada kali ya 4 kali si mba ditelp sama pacar (calon suami???), lagaknya cemburu denger ada suara cowok, padahal suara sopir taksinya karena si mba duduk di depan. Susah ya klo memang lagi jatuh cinta. Karena males repot dan kenapa-napa dijalan saya memang sudah wanti-wanti sama si mba supaya jangan memberi tahu jam kedatangan dan armada bis yang kita pakai ke pacarnya. Bukannya apa-apa sih, cuma jaga-jaga. Secara pacar si mba itu belum jelas asal-usulnya(lebih jelasnya baca cerita ini ), belum lagi sampai Sragen masih dini hari (biasanya sekitar jam 3 pagi) dan tambah lagi tidak ada yang menjemput. Singkat cerita akhirnya kita berangkat dari Bekasi jam 14.30 WIB. Perjalanan baik-baik saja sampai pemberhentian pertama, Rumah Makan Sari Rasa, Pamanukan. Di situ kita dapat jatah makan untuk buka puasa, bagi yang berpuasa. Untuk yang tidak puasa, bisa dimakan disitu. Berhubung Vell sedang tidur maka saya putuskan makanan dibungkus saja, meskipun kami semua termasuk si mba tidak puasa. Saya suapin Nick dan Vell makan sore, si mba juga langsung menyantap jatah makanannya. Ga lama bis mulai melanjutkan perjalanan.Dari situ masalah mulai, si mba muntah! Hadeuuhhh....ternyata antimo yang saya beliin buat dia tidak diminum. Alasannya......ga bisa minum pil. Heeehhhh....ingin rasanya saya ngomel. Mbok ya dipake akalnya!!Cuman lihat muka pucatnya saya ga tega. Alhasil, sepanjang perjalanan, seisi bis, terutama saya harus menanggung bau yang tidak sedap karena si mba dengan semena-mena muntah di tempat sampah yang ada didepannya, jadi di setiap deret tempat duduk ada tempat sampahnya dan yang di muntahin si mba......hiksss....kebetulan tepat skali dibawah saya. Untungnya si kecil Nick dan Vell tidak begitu rewel, meskipun saya jadinya harus mengandalkan si kakak yang baru 4 tahun nunggu adiknya yang tertidur pulas, ketika saya ke toilet karena si mba lagi teler. Sekilas saya titip ke dia supaya ngawasin anak-anak.Waktu saya pulang dari toilet si kakak sambil nangis bilang sama saya. "Mama harusnya cepat, kakak takut adik jatuh soalnya bisnya goyang-goyang," katanya. Memang saat itu sopir memacu bis dengan kecepatan tinggi, khas bis malam luar kota. Saya peluk kedua anak saya sambil menahan airmata yang hampir menetes. Shit....rutuk saya dalam hati melihat si mba cuma diam saja, ga berusaha nolong si kakak yang panik. Mau pulang sih pulang, cuma mosok ga peduli lagi sama anak-anak saya. Sementara duduknya cuma di belakang saya persis, karena nyari yang sederet kebetulan sudah penuh. Kira-kira hampir tengah malam bis sampai di kota Semarang, saya telpon bapak yang kemudian mengabarkan akan menjemput kami di Sragen nanti. Puji Tuhan....jam 02.45 kami menjejakkan kaki di Sragen dan tiba dengan selamat di rumah tepat jam 3 pagi.

Minggu, 29 Juli 2012

Setelah perjalanan panjang yang melelahkan saya bangun siang hari Minggunya. Sepanjang hari saya habiskan waktu untuk bersantai dan ngobrol dengan bapak, ibu dan sodara-sodara. Dari situ saya dapat informasi tentang pacar si mba. Ternyata KTP nya bukan hilang seperti yang dia bilang tapi memang sengaja dibuang. Tapi karena buangnya masih di dusun tempat tinggal saya kabar itu cepat menyebar. Dan sampailah di telinga keluarga si mba, sampai sekarang KTP nya disimpan Bapaknya si mba. Mungkin si mba nya belum di beri tahu, makanya masih saja telpon dengan mesranya. Umurnya bukan 23 seperti yang dia bilang tetapi 32, statusnya menikah dan ternyata anaknya sudah 3. Nah lo....ketipu beneran kan?? Tapi untuk menutupi malu karena sudah terlanjur ngomong ke orang-orang calon mantunya orang sebrang yang kerjanya di pelayaran, orang tua si mba bilangnya sih tetap akan terima asal si laki-laki bawa duit 50 juta. Ckckckckck...... Lima puluh juta darimana, ongkos pulangnya aja orang tuanya si mba yang nanggung. Lha wong katanya digeledah dompetnya ga ada duitnya sama skali. Memang teknologi itu bisa disalahgunakan oleh orang-orang ga bertanggungjawab macam ini. Ternyata bukan cuma si mba yang ditelp sama orang daerah sana. Ada beberapa gadis di kampung saya yang ditelpon dengan modus serupa. Hadeuhhh....penipuan model baru nih kayaknya. Ya sudahlah, urusan saya dengan si mba cuma tinggal menyerahkan ke orang tuanya, berikut membayar kekurangan gaji yang harus diterimanya. Dan itu saya langsung saya bereskan malam harinya. Selesai sudah segala urusan dengan si mba Mus.

Senin, 30 Juli 2012

Hari senin saya sempatkan untuk mengurus KTP. Berhubung KTP saya masih Sragen maka saya membuat E-KTP disana. Saya berangkat bersama bapak yang akan membeli pakan ayam. Berangkat dari rumah jam setengah 9 pagi, sampai di kecamatan yang waktu tempuhnya 15 menit ternyata sudah banyak yang antri. Setelah 1 jam antri barulah nama saya dipanggil. Tujuan selanjutnya adalah membeli tiket kembali ke Cileungsi. Pilihan armada kembali jatuh ke Harapan Jaya. Karena disamping armadanya bagus, pelayanan memuaskan juga tepat waktu. Tiket sudah ditangan, perjalanan lanjut kembali ke pasar kota Sragen. Membeli anting untuk Vell karena anting yang baru saya beli untuknya 2 hari sebelum ke Sragen patah ditariknya. Kemudian membeli pakan ayam. Belakangan bapak memang sudah tidak sesehat dulu. Setelah stroke menyerang 1/2 tahun yang lalu kesehatan bapak menurun drastis, bapak tidak lagi leluasa pergi kemana-mana sendiri. Ingin rasanya saya tinggal di Sragen saja mengurus ibu dan bapak di masa tua mereka, sembari membesarkan anak-anak saya. Tapi suami yang berasal dari luar Jawa belum mau, karena pasti butuh adaptasi yang besar untuknya. Terutama kendala masalah bahasa. Setelah membeli buah di pasar cilik kami pulang.

Selasa, 31 Juli 2012

Suami belum juga bisa mencari pengganti si Mba. Mau ga mau keputusan untuk menitipkan Vell sama eyangnya ya harus dilakukan. Hikss sediiiih sekali rasanya. Tapi ini solusi terbaik saat itu. Lebih baik berjauhan tapi dia kopen (red : terurus) daripada memaksakan dibawa pulang tetapi malah repot karena tidak ada yang mengurus. Lagipula eyangnya antusias sekali ingin cucunya ditinggal. Alhasil seharian ini "training" eyangnya buat urusin Vell. Mulai dari membuat makanan dan susu, menyuapi, menidurkan, mencuci botol susu dan menjelaskan semua kebiasaan Vell. Untungnya dia termasuk anak yang mudah. Dalam artian tidak memilih-milih, sama siapa saja mau ikut. Karena banyak saudara disana, saya juga tidak terlalu kawatir. Anaknya sih no problemo ditinggal tapi mamakmya ini yang jadi cengeng setiap melihat dia.

Rabu, 01 Agustus 2012

Akhirnya tiba saatnya saya meninggalkan Sragen. Setelah packing barang si kakak yang tidak terlalu banyak selesai, saya sengaja berpuas-puas bersama Vell. Dari pagi sampai saat berangkat di sore hari saya yang urus semua keperluannya. Rasanya berat sekali berpisah dengannya walaupun hanya sementara. Saya hari itu mendadak jadi melo berat. Dikit-dikit mewek. Anaknya mungkn juga ada firasat soalnya dari pagi maunya nemplok terus sama saya. Saya berusaha tegar ketika berpamitan dengannya, dia hanya tertawa sambil melambaikan tangannya. Ibu dan kakak-kakak sepupu yang ikut melepas keberangkatan saya pun ikut meneteskan air mata. Dan saya akhirnya menangis sesenggukan sepanjang perjalanan ke terminal. Si kakak sampai bertanya kepada saya 
"mama kenapa nangis? Mama sedih ya?"
Saya tersenyum menjawabnya,"Doain adik sama eyang ya kak...biar sehat terus. Nanti klo udah ada yang jagain kita jemput lagi dik Vellyn."

Ah ini problema klasik yang harus dialami ibu bekerja macam saya. Ada ratusan atau bahkan ribuan ibu yang pernah merasakan apa yang saya rasakan saat ini, ketika harus berjauhan dengan si kecil karena tidak ada yang mengasuh. Saya hanya berdoa semoga ini cepat berlalu, dan saya bisa kembali mendekap putri kecil saya.