Selasa, 30 Oktober 2012

Indonesian Maid On Sale???






Baca tajuk berita di beberapa portal berita tentang beredarnya selebaran di atas di negeri tetangga kita membuat saya menggeleng-gelengkan kepala. Apapun tendensi si pembuat iklan rasanya kok sangat tidak manusiawi. Mosok tenaga manusia dibilang on sale. Lha kok disamain sama barang yang sudah nyaris kedaluarsa, atau fashion yang sudah lewat seasonnya jadi ga model lagi. Apalagi jelas tertulis disitu, 'Indonesian Maids'. Kalau memang tujuannya provokatif memang berhasil membuat rasa kebangsaan saya tergugah.Wogh...TKW indonesia di diskon, sialan!

Menurut saya ini tidak main-main. Guyon yang ga lucu malah cenderung sadis.Terlepas dari konteks Indonesia sekalipun, misalnya tertera 'maids on sale' iklan ini tetap merendahkan hakikat manusia. Lha mbok padakke barang po, menungso jeh.....(kok disamakan barang, manusia lho). 

Pada dasarnya derajad manusia dihadapan Tuhan itu kan bukan ditentukan oleh jabatan, harta atau kekuasaan duniawi yang dipegangnya. Lantas apa dalilnya merendahkan TKW, walaupun mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga? Pekerjaan itu halal lho.... Berapa juta rumah tangga di luar negeri yang terbantu dengan adanya TKW. Saya bisa ngomong karena saya pemakai jasa pekerja rumah tangga. Bisa dibayangkan betapa kelimpungannya saya seandainya tidak ada mereka. Memang sih saya tidak menutup mata akan adanya orang-orang yang sukanya mengais rejeki lewat keringat orang lain alias oknum agen penyalur yang mengeksploitasi para pekerjanya.

Saya menghargai upaya pemerintah yang responsif menanggapi iklan ini. Namun seyogyanya pemerintah kedepannya membuat regulasi dan kebijakan yang memberikan perlindungan lebih baik bagi para buruh migran ini. Baik dari sisi hukum maupun dalam hal bargaining position mereka terhadap majikan. Ngilu rasanya membayangkan perlakuan keji yang diterima beberapa orang TKW,walaupun tidak semua begitu. Beberapa famili saya ada yang pernah bekerja menjadi TKW, untungnya mereka bernasib baik, mendapatkan induk semang yang baik di negeri sebrang.

Pengen tahu motif penyebar selebaran iklan itu. Dan setelah diusut kok jadi semakin aneh, karena ternyata alamat yang tertera di iklan itu tukang cukur. Wah jangan-jangan ada yang sedang menebar berita hanya untuk memperkeruh suasana. Tapi kok yo kebangeten banget, merendahkan harkat dan martabat manusia, emangnya mau anak perempuan atau istrinya si pembuat isu digituin.









Kamis, 25 Oktober 2012

No Random Tag Please

Pagi ini begitu buka facebook saya shock lihat di newsfeed terlihat gambar orang yang kebakar sekujur tubuhnya. Hiii....reaksi spontan saya langsung pencet Alt+Tab di keyboard. Fiuh...selanjutnya saya langsung remove itu gambar dari timeline dan block aplikasi atau apapun itu yang suka tag gambar ke orang secara sembarangan. Bukannya apa-apa, menurut saya gambar-gambar seperti itu tidak pantas jadi konsumsi publik. Okelah mungkin informasinya berguna, supaya kita berhati-hati dan tidak melakukan kecerobohan yang sama tetapi tetap saja berlebihan bila menampilkan korban secara vulgar serupa itu.

Saya juga tidak suka apabila wall saya 'dikotori' oleh tagging gambar dagangan tanpa seijin saya. Menurut saya tidak sopan tagging sembarangan meskipun ada tertulis note 'feel free to remove'. Pernah suatu masa saya kirim message ke salah satu seller dalam friend list saya yang sering sekali tag ke wall tanpa ijin. Saya bilang ke dia untuk tidak pernah mentag apapun ke wall saya lagi. Dan ketika tetap membandel akhirnya pilihan saya adalah menghapusnya dari friendlist.

Sah-sah saja sih berdagang secara online, saya pribadi melakukannya. Tetapi untuk melakukan hard selling seperti di atas saya tidak menyarankan. Dalam dunia nyata sekalipun yang namanya hard selling itu pasti nyebelin, begitupun dalam dunia maya. Lain soal kalau tagging gambar itu menyangkut foto dari orang-orang yang saya kenal, dimana saya punya kepentingan terhadapnya atau memang sudah seijin saya.Saya pernah ikut satu network marketing yang dalam aturannya jelas sekali dinyatakan dilarang spamming ke orang lain, dalam artian tidak sembarangan tagging, inbox atau posting di wall orang lain, dan ada compliance team yang khusus menangani bila terjadi pelanggaran itu. 

Saya menganalogikan timeline di twitter, facebook dan blog itu ibarat rumah. Sebagai tamu yang berkunjung ke suatu rumah pastinya kita ingin tahu siapa pemilik rumah, ingin mulai mengenalnya lewat postingan, tweet atau statusnya. Lha kalo wall nya isi sampah pastinya jadi males ya berkunjung. Ini sih pendapat subyektif saya, kalo pendapatmu bagaimana?
















Rabu, 24 Oktober 2012

THROWN

Have you ever been in my place
Feeling droned into an empty space
And trying to picking up my pride
You just spread on your ride

Have you ever thought your step
Would hurt me so deep
So I can't thinking straight
just  to take my own right

I won't cry again 
Cause I know, it would be in vain
You have lost your way
But sure I will find you again someday



----My First Rhymes----



       firminayu

Fantasi Liarku

Aku menari liar di atas tubuhmu
Mencumbui setiap detailnya dengan penuh nafsu
Sementara kamu hanya mengeluarkan suara
Yang membuat gairahku semakin merajalela

Aku menari liar diatas tubuhmu
Sementara mataku tak lepas menikmati lekuk likumu
Dan jalangnya tanganku tak henti merabamu

Tarianku semakin liar, semakin panas
Dan kau hanya pasrah dan berserah
Mengimbangi setiap tarianku dengan indah

Oh...candu jiwaku
Aku tak bisa menghentikan tarianku
Hingga sukmaku mengambang bersama bintang
Ketika mentari tergelincir dan mulai menghilang
Sampai jumpa esok sayang.....





























............keyboard setiaku




*Berkhayal sembari bersihin keyboard
blogger-emoticon.blogspot.com

gambar dari sini, emoticon dari sini

Bersyukur (2)

Hidup itu begitu penuh dinamika. Ada masa dimana kita merasa bahagia dan penuh energi positif tapi ada masanya dimana semuanya terasa datar dan membosankan bahkan ada masa dimana kita merasa semuanya memuakkan. Tak semua yang kita inginkan berjalan sempurna adanya. Seringkali apa yang kita rencanakan hancur berantakan di tengah jalan. Tapi apapun yang terjadi hidup terus berjalan.

Menghayati makna hidup sejatinya adalah menikmati setiap saat dalam kehidupan ini dengan segala problemanya. Saat susah maupun senang, saat duka maupun sukacita. Ada baiknya kita bersiap dengan segala kondisi, apapun itu. Manusia cuma wayang yang berjalan dalam kelir kehidupan, dan kita harus menyadari bahwa ada dalang di balik layar dan kita bersentuhan dengan wayang lain dalam perjalanannya. Dan dalam persinggungan itulah rasa bahagia, sedih, benci, rindu dan segala bentuk emosi baik negatif maupun positif bisa hadir.

Setiap siklus dalam kehidupan seseorang memang bisa diibaratkan roda. Ada kalanya kita bisa berjaya di atas, adakalanya juga kita terpuruk dan tak berdaya. Roda kehidupan milik kita tentu saja berbeda dengan orang lain, itu sebabnya apa yang menurut kita nyaman belum tentu sama dalam pandangan orang lain, begitu pula sebaliknya. Kunci dari kenyamanan kita menikmati hidup sebenarnya lebih kepada bagaimana kita bisa mensyukuri segala yang kita terima, segala yang kita punya. Dengan bersyukur dalam untung kita bisa lebih banyak berbagi kepada sesama kita yang lebih membutuhkan, dan bersyukur di saat kemalangan menimpa membuat kita bisa menerima cobaan dengan lapang dada dan melihat hikmah dari kejadian yang menimpa kita. 




Senin, 22 Oktober 2012

Kabar Kabur

Hari Sabtu kemarin tiba-tiba saya mendapat telepon dari seorang sahabat. Karena kesibukan masing-masing, cukup lama kami tidak saling bertukar kabar. Sekali dengar saya tahu itu suara sahabat saya. Tanpa banyak basa-basi dia tanya kabar saya, kabar anak-anak lalu meminta maaf belum bisa menengok anak saya yang kedua. Setelah ngobrol panjang lebar kemudian dia kembali bertanya mengenai kabar saya dan keluarga, terutama suami. Wah....saya jadi bertanya-tanya ada apa nih. Biasanya bertanya kabar hanyalah basa-basi diawal obrolan, tapi ini terkesan sekali sahabat saya itu ingin benar-benar meyakinkan bahwa kabar saya sekeluarga baik-baik saja. Karena kami cukup dekat saya bertanya balik ke dia kenapa? Nah, berceritalah dia bahwa barusan rekannya satu kantor, yang saya kenal juga karena kami dulu satu kantor, bbm dia. Intinya mengabarkan bahwa suami saya sudah tiada? Reaksi saya pertama santai saja, saya bilang ke dia bahwa suami saya baik-baik saja, semoga umurnya panjang karena digosipkan demikian. Tapi beberapa detik kemudian, setelah otak saya memproses berita itu, barulah saya panik.

Hah....yang bener? Kamu dapat kabar kapan? Suamiku memang belum pulang sekarang. Kabarnya yang kamu terima gimana? Saya bertanya dengan panik dan bertubi-tubi ke sahabat saya. Gantian dia yang bingung menjawab pertanyaan itu, dan malah balik menenangkan saya. Ah, kabarnya ga benar kali. Sudahlah, mungkin cuma salah informasi. Aku bbm balik ke orangnya belum dijawab lagi nih, kata sahabat saya. Akhirnya telepon berakhir dengan pertanyaan besar yang masih menggantung di benak saya, dengan kepanikan yang luar biasa yang melanda secara tiba-tiba. Kepanikan saya ditambah lagi dengan beberapa teman dan saudara saya belakangan 'ditinggal pergi' pasangannya dalam usia relatif muda.

Segera saya hubungi suami saya, satu nomornya tidak aktif. Saya coba hubungi nomernya yang satu lagi dan ternyata masuk. Terdengar suara telepon diangkat, tetapi tidak terdengar suara orang. Saya semakin panik. Berulang kali mencoba telepon lagi dan hasilnya tetap sama. Kemudian saya coba sms ke nomor itu. Pah, telepon balik. Penting! Tak berapa lama ada sms masuk dari nomor suami saya. Tak sabar saya buka smsnya. Kenapa ma? Ga bisa nih kartunya ga tau kenapa, sms aja ya, balasnya. Saya masih mencoba meyakinkan bahwa suami saya baik-baik saja, berulang kali, untuk mengobati kepanikan dan rasa shock saya dan akhirnya ketika suami saya membalas sms dengan bahasa Manggarai barulah saya bisa tersenyum. Puji Tuhan. Itu hanya kabar kabur, yang ga jelas juntrungannya.

Hari ini ketika saya buka facebook, sahabat saya yang lain mengetik di jendela chat. 
Y        : Kmrn si C bikin heboh mba, untung aku kmrn pas chat sm km liat fb kamu, jadi ga  
            kaget
Saya   : Iya tuh...lha aku di telp jg jadi kpikiran, wong kebetulan ppnya nico blm plg.  
           Mana ditelp ga  diangkat-angkat, untung dia balik sms. Si C itu dapet infonya dari 
           mana sh?
Y       : Dia lihat fbmu mba, emang itu siapa yang meninggal?
Saya : Oalah...gara-gara aku di tag foto kuburan ama saudara ppnya nico kali ya? Yg  
          meninggal itu temen deketku semasa kuliah. Kebetulan jd saudara karena dia nikah 
          sama sepupu ppnya.

Nah lho.....ternyata salah paham aja.  Jadi ceritanya kemarin itu tepat sebulan meninggalnya sahabat saya. Suaminya, yang kebetulan sepupu suami saya menge-tag foto makam sahabat saya itu ke lini masa beberapa orang termasuk saya. Cerita selengkapnya mengenai kepergian sahabat saya ini bisa dibaca disini
 
Wah...ini pelajaran buat saya, juga mudah-mudahan buat semua pembaca tulisan ini. Untuk tidak begitu saja menyebar suatu berita yang belum tentu benar hanya karena melihat foto. Padahal kalau mau melihat lebih detail di foto itu jelas tertera nama almarhumah di nisannya. Untung saya tidak punya penyakit jantung, klo jantungan kan berabe.

Rabu, 17 Oktober 2012

Super Emak

Yang setuju klo para emak-emak itu super siapa? Saya pasti akan cepat mengacungkan jari. Dari jaman saya kecil, saya perhatikan simbah, ibu, bulik, budhe saya, hingga sekarang saya sendiri jadi emak, para emak itu canggih dalam hal multitasking. Itu lho melakukan beberapa hal sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Contohnya nih, sambil buat sarapan mis: telur mata sapi, rebus air buat mandi adik, nyisir dan dandanin jagoan yang mau berangkat sekolah, trus siapin sepatu sambil mulut tak henti-hentinya menyemangati jagoan yang masih males-malesan. Selesai itu trus nyuapin sarapan (klo disuruh makan sendiri berabe, bisa ga makan pagi) sambil siapin bekal sekolah dan cek ulang alat sekolahnya. Itu cuma sekelumit dari rutinitas pagi yang sangat padat, waktu jadi serasa terbang. Ga terasa dah jam setengah 8 dan saya harus cepat bersiap ke kantor. Setumpuk pekerjaan lain sudah menunggu saya.

Oya, para emak itu juga pemikir segalanya di samping eksekutor juga. Coba mulai urusan dapur, sumur, kasur (*eh) ga ada yang luput. Masih di kantor aja udah kepikiran kira-kira besok mau makan apa, ga lucu kan kalo tiap hari makanan yang tersaji itu-itu aja. Yang ada penghuni rumah bisa mogok makan hehehe.... Belum urusan anak sekolah, emaknya juga yang jadi ujung tombak. Ngingetin ada PR atau ga, bahkan kalo perlu ngecek ke tas anak mengingat si anak sekolahnya sejatinya masih main jadi ya kurang aware sama yang namanya PR. Nanya maunya besok bekal apa ke sekolah dll. Nah, setelah anak tidur gantian having quality time sama soulmate alias suami. Ngobrol, ngobril, ngobral hahahaha.......(*upss sensor).

Pertanyannya, kapan me time nya? Kalau di rumah kayaknya no me time, cuma pas ke kamar mandi ajah si kecil ga buntutin emaknya. Capek sih pasti, cuma banyak yang bilang nikmati aja karena masa-masa dibuntutin anak itu ga kerasa bakal cepat berlalu. Ketika mereka sudah punya kesibukan sendiri gantian kita yang merasa pengin dibuntutin, ngerayu-rayu supaya dia mau ikut arisan misalnya. Eh kok malah OOT sih ya??

Jadi gimana? Saya super kan (**ditabok wonder woman :)) Bukan...bukan saya yang super. Di luar sana saya yakin masih banyak emak-emak yang jauh lebih super. Saya mungkin ga ada apa-apanya, wong masih ada asisten yang siap membantu dan suami yang ga segan ikut turun tangan. Pekerjaan rumah tangga itu bisa dibilang ga ada habisnya, apalagi kalo sambil ngurusin anak kecil. Saya salut sama ibu rumah tangga full yang berhasil mendidik anaknya jadi santun, cerdas dan berprestasi tapi masih bisa mengaktualisasikan diri dengan ikut kegiatan sosial dan kemasyarakatan. Lha saya ini selain rumah dan kantor rasanya jarang punya kegiatan lain, mungkin nanti ketika anak-anak mulai bisa mandiri.

*Sambil nulis artikel sambil bikin list belanjaan :)

Senin, 15 Oktober 2012

HUTANG BUDI

Hutang uang bisa dibayar, hutang budi di bawa mati. Pernahkah anda merasa berhutang budi pada orang lain? Buat saya, kebaikan yang dilakukan oleh orang lain untuk saya itu adalah hutang budi. Sekecil apapun, ketika orang itu ikhlas memberikan atau melakukannya itu besar artinya buat saya. Contohnya adalah ketika saya terpaksa harus mengambil motor tanpa membayar karena dompet ketinggalan. Cerita selengkapnya baca di sini . Nah Sore harinya saya benar-benar menepati janji saya untuk datang lagi, niatnya sih mau membayar uang parkir yang terhutang. Tapi reaksi si ibu pemilik malah bingung, setelah saya jelaskan barulah ia tertawa sambil mengembalikan uang yang saya berikan kepadanya, menggenggam tangan saya dan bilang bahwa saya tidak usah membayar, toh apa yang saya alami bukanlah suatu kesengajaan. Gantian saya yang bengong menatap uang di tangan saya, dan mengucap terima kasih atas kebaikannya. 

Kembali teringat bertahun-tahun yang lalu, ketika saya masih fresh graduate dan berburu pekerjaan. Jadi ceritanya saya ikut tes masuk salah satu departemen/kementrian di stadion Senayan. Nah karena saya ini bener-bener buta dengan Jakarta maka berangkat didrop oleh sepupu yang berkantor di Tanah Abang. Sepupu saya berpesan kalau sudah selesai telpon saja nanti dia jemput. Saya hanya mengiyakan. Selesai tes saya bersiap menelpon sepupu ketika saya menyadari bahwa ternyata HP pinjeman yang saya pakai waktu itu mati. Pas ubek-ubek tas ternyata dompet ketinggalan pula.....huaaaa lengkap sudah!!! Hanya seribu rupiah yang saya temukan di dalam tas, hobi saya bersihin tas rupanya kurang menguntungkan untuk saat seperti ini. Jaman itu wartel masih banyak bertebaran. Di seberang pintu keluar, di sebelah Taman Ria senayan (masih ada ga sih sekarang???) ada terbaca wartel. Dengan semangat empat lima saya menuju kesana, tapi lemaslah saya ketika tahu ternyata wartelnya tutup. Tanya sana-sini wartel terdekat eh....ditunjukinlah telpon koin di depan TVRI. Alamak....duit saya yang cuma seribu itu duit kertas sodara-sodara. Jadi sepanjang jalan ke arah telpon umum itu saya mulai berusaha menukarkan duit seribu saya dengan uang koin. Kebanyakan yang saya tanya cuma lewat dengan cueknya atau menggeleng. Aih...mungkin dikiranya saya ini salah satu penipu yang berlagak memelas. Ini kali yang namanya udah jatuh ketimpa tangga kerubuhan bata pula, apes. 

Nah, akhirnya singkat cerita saya ktemu seorang mas-mas baik hati yang mau merelakan sekeping uang koinnya untuk saya pakai. Ketika saya memberikan uang seribu saya sebagai gantinya, ia menolak dengan halus. Pakai aja dik...gpp kok, katanya. Saya berlalu sambil mengucap terima kasih. Akhirnya saya bisa sampai ke rumah dengan selamat berbekal sekeping uang logam dari si mas yang saya pakai untuk menelpon ke rumah bulik saya.

Kalau melihat rupiahnya, rasanya tidaklah berharga. Tapi manfaatnya menyelamatkan saya. Dan saya akan terus mengenang peristiwa ini sepanjang ingatan saya, sembari menyisipkan doa untuk orang yang sudah begitu ikhlas membantu saya. Ya mungkin saya tidak akan bisa membalasnya secara langsung, tapi kebaikan yang saya terima menginspirasi saya untuk berbuat kebaikan kepada orang lain. Itu hanyalah sekelumit hutang budi yang saya alami, hutang budi dengan saudara, sahabat, atau teman tentu lebih besar lagi. Dan buat saya, kebaikan itu sekecil apapun priceless, tidak ternilai harganya. Jadi sudahkah berbuat baik hari ini?


*Ah...jadi ingat ternyata bukan cuma sekali dua kali saya ketinggalan dompet.

LUPA.....LAGI!!!!!

Hari Sabtu kemarin saya berencana mengikuti open class tentang suatu hal yang sedang saya tekuni. Acaranya bertempat di daerah Setiabudi, Jakarta Selatan. Karena jauh, saya berangkat dari rumah jam 8 pagi. Setelah beres mengurus krucils dan berpamitan kepada mereka, saya segera memacu sepeda motor ke tempat biasa saya naik angkot. Setelah menitipkan motor di tempat biasa, saya langsung naik mobil yang akan membawa saya ke arah UKI, pemberhentian pertama saya. 

Sepanjang perjalanan seperti biasa, saya asyik mengamati sekitar. Sampai di daerah Citra Gran saya membuka tas dengan maksud menyiapkan ongkos tapi......olala setelah mengubek-ubek tas saya tidak nemu dompet. Dompetnya ketinggalan, berikut HP saya!!!!! Uh...shitt rutuk saya. Ngubek-ngubek lagi dapatlah uang recehan Rp.6000,- Ah...Puji Tuhan. Langsung saya stop angkot dan membayar ongkos. Uangnya tinggal sisa Rp.3.000,- setidaknya bisa buat ongkos balik ke tempat saya menitipkan motor. Sepanjang perjalanan saya memutar otak, sebenarnya bisa saja saya langsung naik taksi ke rumah ambil dompet, tapi alangkah ribetnya jika nanti harus balik lagi ambil motor. Atau saya jujur saja sama ibu pemilik penitipan motor mengenai keadaan saya, dan berharap dia mau mengerti. Setelah menimbang-nimbang akhirnya saya memutuskan untuk memilih alternatif kedua. Hiks seandainya HP ga ikut ketinggalan, saya kan masih bisa menelpon teman, mengingat jarak kantor ke tempat penitipan motor tidak terlalu jauh. Saya terus saja mengutuk kelalaian yang cukup fatal ini. Tapi ya sudahlah....yang sudah berlalu takkan bisa diperbaiki lagi.

Sampai di tempat penitipan motor saya menceritakan ke si ibu pemilik tempat penitipan mengenai keadaan saya. Belum selesai saya bercerita si ibu yang memang sedang sibuk melayani pembeli di tokonya segera meminta nomer parkir saya dan menyuruh anak buahnya mengambil motor saya di rumahnya, belakang toko. Saya meminta maaf atas kejadian ini dan berjanji akan kembali lagi sore hari untuk membayar ongkos parkir. 

Peristiwa ini sebenarnya terlalu memalukan untuk saya ceritakan, tapi saya hanya ingin postingan kali ini menjadi catatan saya pribadi supaya lain kali hal ini tidak perlu terjadi lagi. Fiuh...pas balik ke rumah saya nyari dompet saya. Seisi rumah saya tanya, tidak ada yang tahu. Seingat saya, selesai beli sayur di pagi hari dompet itu ditenteng sama putri kecil saya, dan dipakai mainan. Nah, gimana caranya nanya ke anak umur 14 bulan? Akhirnya mau ga mau saya ubek-ubek semua tempat di rumah, tak terkecuali. Dan tahu ga dimana dompetnya ketemu? Tempat sampah di kamar mandi kamar utama. Hahahaha.....jadi ceritanya putri bungsu saya ini lagi senang-senangnya belajar buang sampah dan menaruh cucian kotor ditempatnya. Jadi sekarang saya tahu kemana harus mencari barang yang hilang, termasuk kosmetik yang ada dimeja kamar yang belakangan tiba-tiba raib. Ah nduk Vellyn....kamu terlalu rajin sayang....sampai dompet mama pun di buang :)

Kamis, 11 Oktober 2012

Comfort Zone



Hmmmm...comfort zone alias zona nyaman. Siapa sih orangnya di dunia ini yang tidak mau merasa nyaman? Semua pasti mencarinya, dengan berbagai cara orang berusaha mencari kenyamanan. Tapi tau ga sih, klo ternyata karena kita dah merasa berada di comfort zone maka kita menjadi malas untuk berubah? Takut mencoba hal-hal baru? Ujung-ujungnya kita stuck alias tidak berkembang padahal disadari atau tidak Tuhan memberikan kita potensi yang luar biasa. Yang klo kita bisa mengembangkannya dengan baik pasti hasilnya luar biasa pula.

Kembali ke ComfortZone ya.....ternyata selama ini saya juga terlena. Sedikit flashback deh. Saya terlahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Saya tumbuh dalam keluarga besar yang mayoritas bekerja sebagai PNS. Saya terbiasa melihat bapak, ibu, tante, om bahkan sepupu saya menjalankan rutinitas sebagai pegawai negeri. Secara tidak sadar saya dicetak berdasarkan prototype beliau semua. Kerja sesuai prosedur kemudian pulang istirahat dirumah. Tidak pernah ada didikan untuk menjadi seorang entrepreneur....xixixi jadi ingat deh dulu saya sering ikut-ikut temen saya jualan kecil-kecilan eh....malah dimarahin karena dianggap mengganggu konsentrasi belajar. Dari situ saya tidak pernah mencoba lagi. Dan jadilah saya yang sekarang, wanita pekerja kantor yang lurus-lurus aja...tidak pernah punya keberanian untuk melakukan hal lain.

Sebenarnya saya juga ingin seperti teman-teman saya, yang bekerja kantoran tapi tetap punya sampingan. Atau seperti ibu A yang ibu rumah tangga tapi sambil wiraswasta. Anak dan suami terurus, penghasilan tetap ada. Terus terang ada rasa malu, enggan, takut ditolak dan banyak lagi hambatan lainnya yang membuat niat saya hanya sebatas niat saja. Tapi seperti kata orang bijak, tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar. Selalu ada yang pertama untuk segala hal. Dan ini pertama kalinya saya merasa punya tekad yang kuat untuk keluar dari ComfortZone saya. Keluar dari kepompong untuk kemudian menjelma menjadi kupu-kupu yang indah warnanya, keluar dari biji untuk menjadi kecambah yang nantinya bisa menjadi tempat bersarang burung-burung nan cantik jelita (halaah lebay).

Setahun terakhir ini saya sedang berjuang, merubah mindset dan melatih mental saya, melangkah keluar dari comfort zone, act and think outside my box. Berapa kali usaha yang saya jalani tidak berkembang bahkan bisa dikatakan gagal.Tetapi saya tidak mau menyerah, karena apa yang sedang saya perjuangkan adalah demi orang-orang yang saya sayangi dan tentunya diri saya sendiri juga. Siapa sih yang tidak ingin memiliki kebebasan waktu sekaligus financial sejak usia muda dan hari tua yang terjamin? Saya ingin sekali, dan untuk itu saya mau berjuang. Saya tahu ini tidak akan mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa. Semoga kali ini saya berhasil, semoga kali ini mental saya sudah lebih siap untuk menghadapi setiap rintangan yang datang, semoga hasilnya sekecil apapun bisa menjadi motivasi buat saya untuk berbuat lebih baik lagi dan menjadi evaluasi untuk langkah selanjutnya. Welcome to the Jungle, Firmina. You can survive if you have enough courage to be success. The power is within your mind, body and soul. Wish me luck ya…..

High Heels, cantik itu butuh effort

Kemarin saya ikut giliran jaga pameran di salah satu mall ternama di Jakarta. Saya yang biasa kerja duduk manis di belakang meja mencoba keluar dari zona nyaman saya demi kenyamanan di masa depan. Saya ini flat shoes lover, pakai high heel cuma dalam ocassion tertentu saja, bisa dihitung dengan jari berapa kali sebulan saya memakai high heel. Nah balik ke topik awal, menjaga pameran tentu butuh penampilan yang menarik, apalagi lokasinya disalah satu mall di kawasan high end nya Jakarta. Makanya saya memutuskan untuk memakai high heel dalam hal ini sepatu wedges untuk menunjang penampilan saya, supaya tinggi badan yang pas-pasan ini bisa tertutupi.

Empat jam pameran berlalu tanpa terasa mungkin karena saya masih terlalu excited dengan pengalaman baru ini, dan akhirnya saya pulang ke rumah saya nun jauh di sebelah timur Jakarta. Sepanjang perjalanan pulang kaki mulai terasa nyut-nyutan, dari jari-jari, telapak kaki sampai betis. Sampai di rumah saya langsung mandi kemudian selonjoran, sambil sesekali menggantung kaki yang pegalnya ga ilang-ilang. Kapok? Ga sih, selalu ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kelebihan dalam hal ini penampilan yang lebih menarik. Jer basuki mawa bea, dan cost nya itu ga harus selalu berbentuk materi, bisa juga kekurangnyamanan, effort yang kita rasakan. Empat jempol deh buat mereka yang konsisten memakai high heel, baik demi menunjang penampilan atau memang suka. Buat saya, flat shoes is the best.

Selasa, 02 Oktober 2012

Hemat Beib....

Beberapa waktu belakangan ini saya cerewet sekali dengan penggunaan air di rumah. Mulai dari Papanya anak-anak, krucils sampai pengasuhnya menjadi sasaran kecerewetan saya. Asal muasalnya berawal dari tagihan listrik di rumah yang belakangan naik terus, padahal menurut saya porsi penggunaannya tidak berbeda dari biasanya. Hehehe...mak-mak itu pasti pikirannya lebih njlimet daripada penghuni rumah lainnya apalagi urusan yang berkenaan dengan pengeluaran rutin rumah tangga :).

Nah mulailah saya melakukan investigasi layaknya sherlock holmes atau detective conan, komik kesukaan saya itu (halaah). Kemudian kok ya kebetulan mesin air di rumah itu seperti berteriak kalau dia biang keladinya. Jadi begini, oleh suami mesin air diletakkan di dalam gudang supaya suaranya tidak mengganggu aktivitas di dalam rumah. Nah belakangan terdengar suara seperti melengking setiap kali mesin menyala (pakai otomatis) dan setelah saya perhatikan ternyata oh ternyata mesin ini yang biasa cuma nyala maksimal 20an menit, bisa sampai 2 jam baru berhenti. Olala....ktemu problemnya, ini sebabnya tagihan listrik saya naik cukup signifikan.

Kemudian saya mikir, kalau saya yang notabene tinggal di daerah Bogor aja mulai merasakan dampak krisis air, gimana dengan yang tinggal di Jakarta, atau nun jauh di NTT sana, atau ga usah terlalu jauh di daerah Gesi, Sragen sana. Masih lekat dalam benak saya yang waktu itu masih duduk di Sekolah Dasar, saban hari setiap musim kemarau, puluhan truk tangki hilir mudik di depan sekolah untuk mengirim air bersih ke daerah branglor (sebutan untuk daerah di sebelah utara bengawan Solo), yang dipenuhi bukit kapur, yang selalu kesulitan air bersih sepanjang musim kemarau.

Baca artikel di kompas kemarin beberapa daerah di Indonesia juga mulai membuat hujan buatan untuk mengurangi dampak kemarau yang terasa semakin panas ini, global warming katanya. Saya yang ibu rumah tangga biasa ini belum bisa membuat sesuatu tindakan yang kontroversial untuk mengurangi dampaknya, misalnya mengadakan gerakan penghijauan massal untuk mengurangi dampak global warming. Tapi setidaknya dengan menghemat pemakaian air di rumah tangga saya, yang otomatis juga menghemat listrik dan menularkan kecerewetan saya ke ibu-ibu lainnya di kantor atau di lingkungan tempat tinggal bisa berpengaruh positif, sekecil apapun. Bukankah hal besar selalu dimulai dari yang kecil. Jadi semua penghuni rumah saya sekarang akrab sekali dengan jargon iklan salah satu provider seluler ini, yang belakangan selalu saya lontarkan untuk mengingatkan mereka. Hemat Beibeb......... :))

*Pas posting artikel ini, hujan turun dengan derasnya. Puji Tuhan....doa saya didengar.

Senin, 01 Oktober 2012

Unconditional Love

Dua hari ini badan saya rasanya kayak digebukin. Bagamana tidak? Si kecil Vellyn sakit panas - rewel ga ketulungan, dan hanya sama saya, ibunya, dia mau diajak. Anak itu punya karakter dan kebiasaan masing-masing dan itu baru saya pahami betul setelah punya dua buah hati yang lucu, Nico & Vellyn. Mengenai kebiasaan mereka waktu sakit, si kakak tidak pernah rewel, anteng, gampang sekali minum obat, apapun yang diberikan dokter. Sekarangpun masih begitu dengan tambahan catatan, obatnya harus rasa strawberry (nah looo...saya selalu bilang hal ini sebelum dokter kasih resep :)  hehehe). Nah si adik ini lain lagi, kalau sakit sepanjang malam dia merengek, dan nyaris sepanjang malam dan hari dia tidak mau turun dari gendongan saya (gempor juga maknya ini). Dan susah sekali minum obat. Dari kemarin, saya selalu menegarkan hati saya untuk memberinya obat dengan memaksanya. Soalnya kecil-kecil dia pintar lho, klo tidak mau ya tutup mulut rapat-rapat atau menjulurkan lidah. Pas obatnya sudah masuk dia masukin jarinya supaya obatnya muntah keluar lagi. Fiuuuhhh....tobat deh! Bukannya apa-apa, saya cuma tak tega memaksanya minum obat lagi. Sebagai orang tua rasanya sedih sekali melihat anak sakit, kalau boleh nawar mendingan disuruh gantiin aja deh (hiks sedih lihat mereka menangis, tapi belum bisa ngomong sakit apa)

Cerita di atas baru sekelumit suka duka menjadi orang tua yang baru saya alami beberapa tahun. Saya jadi mikir, itu belum seberapa dibandingkan dengan apa yang dialami orang tua saya, gimana pusingnya beliau mengurus kami bertiga waktu  masih kecil. Seringkali kalau butuh suntikan energi, saya curhat sama bapak ibu saya. Saya bukan mau mengeluh, hanya ingin sharing saja mengenai perasaan saya sebagai orang tua. Dan jawaban beliau bahwa saya harus bersabar, itulah perjuangan kita sebagai orang tua. Wah zuppperrr skali jawaban orang tua saya ini. Dan bahwa apa yang saya alami sekarang belum ada seujung kuku dari apa yang sudah dialami bapak ibu saya, itu saya sadari betul. 

Waktu masih kecil anak masih gampang sekali diberi tahu dan diatur, tapi setelah besar dan merasa lebih pintar? Yang ada setiap ada pertentangan, seringkali anak menganggap orang tua kolot, ketinggalan jaman dan tidak mau memahami jalan pikiran orang muda. Tak terhitung berapa kali beliau harus mengurut dada dan bersabar serta menangis dalam hati melihat tingkah anaknya. 

Peribahasa kasih orang tua sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah itu benar adanya. Kasih orang tua kepada anak itu benar-benar unconditional love, tanpa syarat. Ketika saya melahirkan Vell, seorang tetangga yang menengok, yang sudah bertahun-tahun mendamba buah hati tapi belum dikaruniai oleh Tuhan bicara kepada saya. Dia sudah sangat mendambakan buah hati tetapi suaminya sering membesarkan hatinya dengan kembali bertanya kepadanya, "berapa kali sehari kamu mengingat bapak ibumu, berapa hari sekali kamu berbicara dengan mereka lewat telepon, berapa bulan/tahun sekali kamu menengok beliau?" Dan pertanyaan barusan benar-benar mak jleb di hati saya. 

Dalam posisi saya sebagai anak, saya merasa diingatkan, betapa banyak yang telah dikorbankan orang tua untuk saya, dan tak sedikitpun mereka menuntut balik untuk setiap tetes air susu, air mata, keringat bahkan darah yang beliau curahkan untuk saya. Hanya sapaan lewat telepon, sekedar bercakap tentang kabar, mendengar celoteh cucu, beberapa hari sekali, atau berkunjung beberapa bulan sekali, buat mereka lebih dari cukup. Dalam posisi saya sebagai orang tua, anak sehat dan bahagia adalah segalanya, no matter what it takes and how to achieved it. Yah memang...kasih orang tua kepada anaknya itu truly unconditional love.


Tawuran pelajar salah siapa???

Beberapa hari ini koran nasional memuat tentang perkelahian pelajar alias tawuran yang kian marak, bahkan sampai memakan korban jiwa. Miris sekali baca berita ini. Pelajar yang seharusnya menuntut ilmu sebanyak-banyaknya demi masa depan mereka, keluarga dan bangsa pada akhirnya harus terlibat perkelahian yang kadang sebabnya hanya masalah sepele. Terinjak secara tidak sengaja di bis kota misalnya, atau rebutan pacar. Dengan mengatasnamakan harga diri sekolah atau individu yang merasa direndahkan mereka bisa mengeroyok anak sekolah lawan yang bahkan tidak tahu menahu atau tidak terlibat sama sekali. Ujung-ujungnya anak yang 'tidak berdosa' jadi korban sia-sia.

Flashback beberapa tahun yang lalu, ketika saya masih numpang di rumah salah seorang famili. Suatu hari saya bertanya kepada sepupu saya yang waktu itu masih sekolah di salah satu SMK, kenapa tidak pernah memakai bagde sekolah di seragamnya. Jawabnya adalah : "males mbak, daripada jadi korban tawuran salah kaprah mending di tegur guru BP dah!" Lho, kok bisa gitu? "Iya soalnya, klo kena sweeping sekolah musuh bisa babak belur dihajar, masih mending klo slamet." Wah...ironis sekali ya???

Trus salah siapa sih kenakalan pelajar itu? Hmmm...klo ini sih masalah yang ruwet, dah ngalahin benang kusut ruwetnya. Mulai dari keluarga, lingkungan pergaulan, lingkungan sekolah, juga banyaknya tontonan tidak mendidik yang dengan mudah diakses oleh anak-anak kita misalnya sinetron yang mengumbar adegan kekerasan fisik maupun verbal punya andil dalam pembentukan karakter anak-anak kita tercinta. 

Beberapa hari yang lalu saya dan suami sangat kaget, ketika si kakak yang baru 4,5 tahun mengumpat dengan kata-kata 'brengsek'. Kami sebagai orang tua sudah berusaha sekali memilih kata-kata didepan mereka, tapi apa daya, ternyata ketika kami bekerja pengasuhnya yang suka sekali dengan sinetron rupanya selalu menonton sinetron yang sarat kekerasan dan makian. Anak umur segitu baru bisa menirukan, walau belum paham maknanya. Saya mencoba memberi pengertian kepada pengasuhnya, yang notabene masih saudara untuk membatasi televisi di siang hari, kalau malam hari saya tidak ambil pusing karena anak-anak saya yang pegang. Kepada si kakak saya beri pengertian bahwa kata-kata itu kurang bagus dan tidak sopan, saya berharap dia mengerti penjelasan saya. Apa boleh buat kata-kata itu sudah terlanjur terekam di benaknya. Saya berusaha memberinya sugesti positif untuk mengalahkan kata-kata itu. Eh...kok saya ceritanya malah OOT ya?? Tapi bisa jadi hal kecil seperti yang saya ceritakan ini bila dibiarkan bisa berpengaruh pada karakter anak kelak.

Sebagai orang tua, saya merasa masih harus banyak berbenah, supaya anak saya kelak tumbuh menjadi pribadi yang dewasa, bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur. Anak yang menghargai orang lain sebagaimana dia ingin dihargai, yang punya toleransi tinggi terhadap kebhinekaan dan punya empati yang tinggi terhadap sesamanya. Yah....daripada mencari siapa yang salah, saya lebih suka menghimbau kepada setiap orang tua supaya menjaga buah hati mereka dari pergaulan dan pengaruh yang kurang baik, seraya memagari mereka dengan akhlak dan budi pekerti sehingga masa depan generasi mendatang tidak lagi diwarnai aksi tawuran dan perkelahian yang hanya bermuara pada kehancuran.