Rabu, 10 April 2013

HOBBY

Apa hobimu? Hmmm.....kalau ditanya demikian tanpa ragu akan menjawab, aku suka sekali membaca buku. Kalau sudah membaca buku aku sering keasyikan, ibaratnya biar mertua lewat juga sebodo teuing hahahaha......  Beberapa waktu kegemaranku yang satu ini sempat terabaikan, pasalnya tempat tinggal dan tempat kerja yang lumayan jauh ditambah kesibukan yang sepertinya ga ada habisnya membuatku nyaris tak punya waktu membaca apalagi hunting buku.

Tapi banyaknya online shop yang menjual buku memungkinkan aku belanja buku online. Memang sih kenikmatan dan kepuasannya lain dengan hunting buku langsung ke toko buku tapi setidaknya ini bisa jadi solusi buatku. Tinggal klak klik pesan di website dan transfer uang kemudian buku datang beberapa hari kemudian, sangat mudah :)

Eits kok jadi ngomongin belanja ya hehehe..... Intinya sih karena beli buku online hobiku membaca bisa tersalurkan kembali. Terakhir kemarin beli buku dongeng untuk Nico & Vellyn (hahaha ternyata isinya ngocol habis......), trus beli buku secret nya Rhonda Byrne untuk Papa, n tidak lupa beli book setnya Ilana Tan untuk diriku sendiri (Summer in Seoul, Autumn in Paris,Winter in Tokyo dan Spring in London). Ada yang aneh ga? Hahaha iya....aku paling banyak beli buku untukku sendiri.






Menyalurkan hobi itu menurutku adalah salah satu bentuk refreshing. Cuma berhubung krucils masih kecil-kecil dan ga mau tinggal diam ketika melihatku asyik membaca jadinya aku mencuri-curi waktu saat mereka asyik bermain dengan papanya atau pengasuhnya atau saat mereka sudah tidur pulas. Penginnya sih kesukaanku ini bisa menular ke anak-anak kelak. Makanya mulai sekarang aku sering membelikan mereka buku, membacakannya saat menjelang tidur. Uhhhh.......buku kedua (autumn in Paris) nyaris selesai kubaca. Hiksss nangis bombay deh baca yang ini. Resensinya nanti kalau sudah selesai semua deh.

Selasa, 09 April 2013

Waris Dirie - Desert Flower

Nah, aku pernah berjanji untuk menulis resensinya setelah selesai membaca bukunya. Sekarang aku menepati janjiku. Buku ini adalah kisah nyata seorang perempuan Somalia bernama Waris Dirie, kisah perjuangannya dari seorang pengembara gurun yang bebas lepas dan menyatu dengan alam menjadi manusia yang sukses hidup di kota metropolitan, seorang supermodel yang bahkan akhirnya menjadi duta PBB. Perjuangan tanpa henti seorang wanita demi harga diri dan harkat martabatnya sebagai perempuan dan sebagai manusia.

Pada bab-bab awal aku merinding membaca betapa kerasnya perjuangan mereka - para pengembara gurun itu, bahkan sekedar untuk makan. Rasa merinding berubah menjadi ngeri manakala aku membaca bab yang menggambarkan bagaimana para perempuan disana harus menjalani sunat yang bagiku sangat tidak masuk akal dan kejam, tak sedikit korban nyawa terenggut karena tradisi yang mereka lakukan itu. Hikssss aku tidak bisa menahan airmataku waktu membacanya. Aku perempuan dan tidak yakin bisa menjalani apa yang mereka gambarkan itu.

Bab-bab selanjutnya berisi perjuangan seorang Waris Dirie yang melarikan diri dari keluarganya karena tidak mau dipaksa menikah oleh orang tuanya. Bayangkan dari gurun tempat tinggalnya ia berlari tanpa alas kaki menghindari kejaran ayahnya, berjalan siang malam setelah lolos dari ayahnya, hampir mati diterkam singa, nyaris diperkosa kenek truk dan akhirnya sampai ke rumah familinya. Lagi-lagi aku merinding. Beyond my imagination, tapi Waris Dirie bisa melalui semuanya.

Perjuangannya menjadi model juga tidaklah mudah. Dari menjadi pembantu rumah tangga di rumah pamannya sendiri yang menjadi duta besar sampai akhirnya dia bertekad memperjuangkan nasibnya sendirian ketika seluruh keluarganya kembali ke Somalia saat masa jabatan pamannya habis. Ini kisah nyata, namun aku merasa seolah apa yang dialami Waris Dirie itu hampir tidak mungkin terjadi. Bukan...bukan karena aku tidak percaya dengan kisah ini, melainkan karena pengalaman hidup tidak pernah memperlihatkan kepadaku kalau hidup bisa sekeras itu.

Membaca buku ini membuatku lebih bersyukur terhadap apapun yang telah aku alami, apapun yang aku miliki. Dan membaca buku ini meyakinkan aku bahwa keajaiban bisa terjadi ketika kita mau berusaha memperjuangkannya. Jadi kapan kamu mau membaca buku ini?



* gambar diambil dari sini

Senin, 08 April 2013

Nama Buletin Itu.....Sang gama

Gimana reaksimu baca nama Buletin diatas? Gara-gara buletin dengan nama itu aku pernah dapat surat panggilan dari Purek III Universitas tempatku belajar.

Ceritanya aku mengepalai biro litbang di Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi tempatku menuntut ilmu. Nah, salah satu program biroku adalah menerbitkan tabloid yang berisi tulisan dan aspirasi mahasiswa di fakultas ekonomi. Para pendahulu kami bukannya tidak pernah mempunyai ide ini tapi dari yang aku dengar dan rasakan sendiri responnya sangat minim bahkan gaungnya nyaris tidak ada. Kami para pengurus berusaha mencari ide bagaimana caranya menarik perhatian para mahasiswa di kampus kami yang rata-rata study minded supaya tergerak hatinya untuk ikut peduli dengan lingkungan belajar di kampus dan kegiatan seputar kampus atau apesnya membuat mereka tertarik untuk memungut dan membaca tabloid gratis yang kami terbitkan.

Nah, mulailah kami menggali ide dari aspirasi anggota dan pengurus BPM yang akhirnya sepakat untuk memakai nama yang kontroversial supaya bisa menerbitkan penasaran setiap orang yang melihatnya. Daaannn nama tabloid itu "SANG GAMA" yang merupakan kependekan dari Sarana Aspirasi daN Gagasan-GAgasan MAhasiswa. Aku yang kebetulan mengepalai biro itu kebagian sampur menjadi pimpinan redaksinya. Kenapa kami menamainya demikian? Pertimbangan utamanya adalah untuk menarik perhatian, supaya tujuan utama kami untuk menggali aspirasi dan gagasan dari seluruh lapisan mahasiswa tercapai.

Hari ketika buletin itu terbit dan mulai beredar di kampus pun tiba. Semua pengurus dilibatkan untuk distribusi majalah yang sebenarnya tidak terlalu banyak kalau dihitung dari segi jumlah eksemplarnya. Perpustakaan, Lobi, TU, Kantin, dan tempat fotocopy menjadi sasaran utama kami. Dan guess what....buletin itu laris manis dalam tempo sekejab. Woowww.....!!! 

Tapi sebagai buntutnya beberapa hari kemudian kami pengurus redaksi mendapat surat panggilan dari PUREK III yang intinya mempertanyakan buletin itu. Waduhhhh..... Sebelum menghadap rektor tentunya kami perlu berkonsultasi dulu dengan dekan fakultas. Kepada beliau kami menjelaskan apa maksud dan tujuan kami sebenarnya, dan rupanya beliau pun bisa memahami maksud kami dan bersedia untuk berbicara dengan pengurus Universitas. Dan hasilnya buletin kami tetap boleh terbit....horeeeee..... Setelah edisi perdana yang lumayan kontroversial itu kami sempat menerbitkan beberapa edisi lanjutan. Dan rupanya trik kami menggunakan nama yang kontroversial itu berhasil dari segi pemasaran. Sejak saat itu, buletin kami selalu laris manis walaupun isinya adalah artikel sumbangan para dosen dan mahasiswa serta rubrik informasi seputar kampus dan tidak ada satupun yang aneh-aneh alias menyangkut pornografi misalnya. 

Pengalaman yang lumayan berkesan dan tidak terlupa. Sayang aku tidak menyimpan satupun salinannya.