Selasa, 14 Agustus 2012

Perempuan setengah baya itu ternyata.....

Waktu jemput Vell kemarin saya coba cari alternatif dengan menumpang bis langsung dari Cileungsi. Ini kali pertama mudik via Cileungsi, karena biasanya saya lebih memilih ke Bekasi walaupun domisili saya sebenarnya di Cileungsi. Browsing lewat internet nemulah saya nomer telpon PO Lorena. Karena tidak punya alternatif lain maka saya coba telpon kesitu. Yang menerima ibu-ibu setelah tanya jawab beberapa pilihan armada bis dan jadilah saya naik PO Gajah Mungkur. Sesuai janji saya, tiket saya bayar sepulang kerja. Celingak-celinguk nyari agen bis yang di maksud tapi saya tetap tidak bisa menemukannya. Akhirnya saya melihat satu agen bis disekitar situ, saya tanyalah alamat yang dimaksud. Sama si mas ditunjukkan di bawah flyover. Hah....ga salah tuh. Masalahnya di bawah fly over itu adalah pasar tradisional dan tempatnya sangat tidak memungkinkan. Tapi berhubung sudah pesan, saya nekat juga mencarinya. Tak lama kemudian dapatlah agen bis yang saya cari. Ternyata tempatnya memang tepat di bawah flyover dan yang jualan ibu-ibu setengah baya yang tampilannya mbois sekali (wkwkwk...ini bahasa ibu saya untuk tomboy). Singkat kata jadilah saya membeli tiket bis. Pikiran saya hanya gimana caranya sampai ke Sragen, mau pake bis bagus kek, jelek kek bukan masalah.

Esok harinya saya menunggu kedatangan bis tumpangan saya di agen bis, di bawah flyover Cileungsi. Dari situ saya kenal nama si ibu. Namanya HJ. Siti Dewina, dia mengambil alih usaha ini setelah suaminya tiada. Walau sudah setengah baya, perawakannya terlihat kuat, badannya tinggi besar. Disamping menjadi agen bis, beliau juga melayani jasa pengiriman barang, menjual rokok, makanan ringan, minuman, koran dan pulsa. Pekerjaan yang di jalani si ibu ini bukan tanpa resiko, apalagi lokasinya tepat di bawah flyover Cileungsi, tempat mangkal angkot, bis kota dan antar kota. Pastinya banyak juga preman kan? 

Setelah menunggu hampir satu jam, datanglah bis Gajah Mungkurnya. Si ibu mengantar saya menyeberang dan memberi amplop ke kondektur setelah mempersilakan saya naik. Bis melanjutkan perjalanan menuju Pasarebo lewat Cibinong-Cimanggis. Saya yang belum tahu dapat tempat duduk dimana memilih tempat paling depan, karena bis masih kosong. Sepanjang perjalanan saya ngobrol dengan seorang bapak asal Boyolali yang duduk di seberang saya. Tak lama ngobrol datang seorang ibu setengah baya, duduk disamping saya. Beliau ini memakai seragam yang sama dengan awak bus Gajah Mungkur. 
"Ckk...jam segini mesti macet," katanya
Bertanyalah bapak di seberang saya.
"Njenengan pengawale nggih bu(Ibu pengawal bisnya ya)?" 
"Mboten, niku sing pengawale(bukan, itu yang pengawalnya),"kata si Ibu sembari menunjuk mas-mas yang duduk di samping sopir. 
Kemudian kami saling berbincang tentang kondisi lalu lintas ke Jawa Tengah. Si ibu cerita biasanya belum macet, kecuali kalau ada kecelakaan. Seperti kemarin, katanya, kecelakaan Bis Santoso nabrak truk. Tak lama kemudia si ibu pindah ke depan. Oh ya, armada bis ini agak unik. Ada kabin awak bis di depan dan kabin penumpang dibelakangnya. Keduanya dipisahkan oleh sekat kaca. Jadi tidak ada ceritanya penumpang mengganggu kosentrasi awak bis. 

                                                                     Ini lho bisnya....

Sampai di pool Cibitung, penumpang jadi penuh. Saya yang dapat tempat duduk nomer 23 berpindah ke belakang. Hampir maghrib ketika bis meninggalkan Pool Cibitung. Saya langsung mangantuk dan tertidur pulas. Ketika Bangun, bis sudah sampai di Karawang. Kemudian mampir di RM Sendang Wungu Sukamandi untuk makan malam. Nah di situ saya baru menyadari, ternyata sepanjang perjalanan tadi si ibu yang ngobrol dengan saya itulah sopir bisnya. Wow....saya hampir tidak percaya. Tetapi rekan sebangku saya di bis menguatkan dugaan saya. Sopirnya memang ibu itu. Belakangan setelah googling saya tahu beliau bernama Suyanti, asal Giritontro, Wonogiri. Selengkapnya baca di sini dan di sini 
Sungguh pilihan profesi yang langka untuk seorang perempuan. Tapi saya salut sekali dengan beliau, posisinya sebagai single mother menuntutnya bekerja keras demi keluarga. Membawa bis antar kota di malam hari tentunya bukan pekerjaan mudah. Deadline dari masing-masing PO menuntut mereka untuk mengemudi dengan kecepatan tinggi yang membuat saya sebagai penumpang saja bergidik ngeri, ketika bis salib menyalib dengan truk gandeng atau mobil kontainer. Belum kalau bis mogok di jalan sepi, atau tengah bulak(di tengah hamparan sawah) dan ya....bis yang saya tumpangi benar-benar mogok di Boyolali. Untung tidak sampai 1 jam kerusakan sudah bisa diperbaiki.

Ibu Hj. Siti Dewina dan Ibu Suyanti dua perempuan tangguh yang mencari nafkah dalam dunia yang didominasi laki-laki. Saya sungguh salut kepada beliau berdua. Butuh nyali yang besar untuk menekuni profesi seperti mereka, yang tidak semua orang punya. Mungkin kebutuhan hidup yang memaksanya demikian, pungkas ibu di sebelah saya sebelum kami tertidur kembali sepanjang perjalanan malam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak disini :)