Jumat, 13 Juli 2012

IQ dan EQ

Gara-gara dengar curhat seorang teman kemarin lusa.
Saya     : Gimana donor darahnya, sukses pak?
Teman : Gagal total mb, lha wong ternyata tensi saya tinggi.
Saya     : Emang punya hipertensi pak?
Teman : Baru kali ini. Beberapa hari yang lalu, waktu nganter istri ke dokter ditensi masih normal kok. Kayaknya ini gara-gara saya spaneng ama si  L. Berapa hari ini ngeselin banget. Untung dah resign, bikin emosi jiwa aja.
Saya     : Lha emang kenapa pak?
Teman : Kemarin waktu dia resign dipamitin ga mb?

Saya menggeleng.
Teman : Lha, itu salah satunya. Orang kerja kok ga punya etika. Waktu dateng aja baik-baikin, giliran keluar nyelonong tanpa permisi. Sekantor ga ada yang dipamitin. Udah kalau ama orang tua ga ada sopan santunnya, pokoknya nyebelin gitu.Nah pas mau resign itu lho mb, ada aja tingkahnya. Memang bukan sama saya sih, tapi kok ya rasanya saya ini gemes aja lihat tingkah lakunya.Kemarin sama resepsionis dilawan. Lha nyuruh udah kaya nyuruh kac***. Dipanggillah si resepsionis ama dia. Kamu kok disuruh begitu sih,kata si L. Lah mb juga nyuruhnya begitu, mbok ya kalau nyuruh itu pakai kata tolong kan lebih enak didengar. Apalagi itu kan bukan kerjaan saya,kata si resepsionis.
Saya     : Wah parah juga....
Teman : Memang. Harusnya dia malu, lulusan universitas top dengan beasiswa kok attitudenya begitu. Kalah sama yang ga berpendidikan. Percuma IQ tinggi kalau EQ nya rendah.

Fiiuhhh.....Susah ya memang dan ternyata attitude orang itu memang tidak berbanding lurus dengan intelegensinya. Saya jadi pengin tahu bedanya IQ dan EQ secara lebih spesifik. Googling dan nemuin jawaban sbb:

IQ (Intelligent Quotient)
Menurut Stephen R. Covey, IQ adalah kecerdasan manusia yang berhubungan dengan mentalitas, yaitu kecerdasan untuk menganalisis, berfikir, menentukan kausalitas, berfikir abstak, bahasa, visualisasi, dan memahami sesuatu.Kemampuan ini pada awalnya dipandang sebagai penentu keberhasilan seseorang. Namun pada perkembangan terakhir IQ tidak lagi digunakan sebagai acuan paling mendasar dalam menentukan keberhasilan manusia. Karena membuat sempit paradigma tentang keberhasilan, dan juga pemusatan pada konsep ini sebagai satu satunya penentu keberhasilan individu dirasa kurang memuaskan karena banyak kegagalan yang dialami oleh individu yang ber IQ tinggi.

EQ (Emotional Quotient)
Daniel Golman mengeluarkan konsepsi EQ sebagai jawaban atas ketidakpuasan manusia jika dirinya hanya dipandang dalam struktur mentalitas saja. Konsep EQ memberikan ruang terhadap dimensi lain dalam diri manusia yang unik yaitu emosional. Komponen utama dari kecerdasan sosial ini adalah kesadaran diri, motivasi pribadi, pengaturan diri, empati dan keahlian sosial. EQ lebih pada rasa, Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif, karena IQ menentukan sukses hanya 20% dan EQ 80%.

Dari definisi di atas saya menangkap makna, bahwa seseorang akan lebih berhasil bila mempunyai kecerdasan sosial yang baik, kemampuan untuk berempati, dan bisa menempatkan dirinya dalam lingkungannya. Hmm...empati dan keahlian sosial itu memang mutlak diperlukan dalam relasi kita dengan orang lain. Ilustrasi di atas hanya satu contoh kecil bahwa IQ tinggi bukan penentu keberhasilan. Bisa jadi nilai akademik jauh diatas rata-rata, namun itu bukan jaminan kita bisa sukses di pergaulan dan dunia kerja. Percuma rasanya mempunyai pengetahuan yang banyak tapi tidak bisa dibagi hanya karena si empunya pengetahuan kurang bisa menempatkan diri. 

Kepandaian mengolah rasa ini sebenarnya dasarnya sudah built in dalam diri seorang manusia sebagai makhluk sosial yang sedari bayi tidak bisa hidup sendiri tapi bergantung kepada orang lain, dalam hal ini orang tuanya atau siapapun yang mengasuhnya semasa dia belum bisa mandiri. Tapi seperti halnya ilmu atau kepandaian yang lain, dia harus terus diasah, ditempa, dan dibiasakan supaya terus berkembang. Saya garis bawahi dibiasakan, karena sesuatu yang dilakukan terus menerus lambat laun akan melekat dalam diri kita. Sepertinya akan terasa ada yang kurang bilamana kita tidak melakukannya. Seperti mengucapkan terima kasih setiap menerima apapun dari orang lain, mengucap kata tolong bila meminta pertolongan orang lain dan hal-hal yang dianggap remeh temeh tapi menurut saya penting. Dan hendaknya kita melakukannya tanpa pandang bulu. Jangan mentang-mentang sama pembantu kita bisa memerintah seenaknya, toh kita juga tidak sudi diperlakukan demikian oleh atasan kita (woooww baru sadar betapa berapi-apinya saya ketika menulis paragraf ini-lol)

Kita bisa memulai semua itu dari diri kita sendiri, perlahan membangunnya dalam lingkungan kita, yang terkecil ya dalam keluarga. Seperti saya terapkan pada anak saya, untuk selalu mengucap kata tolong bila menginginkan sesuatu dan mengucap terima kasih sesudahnya.Kita memang tidak bisa berharap banyak dari orang lain, karena kita hanya bisa menghimbau. Syukur-syukur diikuti, kalaupun ga ya uwis. Toh semua orang punya hak pribadi kan.....

Daaaaannn.....setelah googling lebih lanjut ternyata masih ada aspek kecerdasan lainnya antara lain Spiritual Quotient(SQ), Financial Quotient(FQ) dan mungkin masih banyak lagi.  Ternyata manusia itu memang kompleks ditinjau dari segala aspek ya hehehe....

Source :http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/hubungan-antar-sq-eq-dan-iq/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak disini :)